Hukum Bisnis Syariah

Wednesday 26 September 2018

Resiko Menanam Modal (Country Risk), Birokrasi, Transparansi dan Kepastian Hukum, Aspek Ketenagakerjaan dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif”

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Investasi dan Pasar Modal Syariah
“Resiko Menanam Modal (Country Risk), Birokrasi, Transparansi dan Kepastian Hukum, Aspek Ketenagakerjaan dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif”


DOSEN PENGAMPU
Achmad Badarus Syamsi, S.HI., M.H


DISUSUN OLEH:
1.   Rudi Hartono                       :150711100033
2.   Luluk Mukhoyyaroh            :150711100065
3.   Reza Putri Cahyani             :150711100084
         


HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2017


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala puja dan puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami untuk memenuhi tugas Hukum Investasi dan Pasar Modal Syariah mengenai.
Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih pada teman-teman seperjuangan yang juga selalu memberikan motivasi, baik berupa sharing pendapat, motivasi dan hal-hal lainnya dalam rangka pembuatan makalah ini.
Kami sangat menyadari tidak ada manusia yang sempurna begitu juga dalam penulisan makalah ini, apabila nantinya terdapat kekurangan, kesalahan dalam makalah ini, kami selaku penulis sangat berharap kepada seluruh pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua baik dari kami selaku penulis dan para pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb.      
Bangkalan, 17 September 2017

Penulis


DAFTAR ISI


E. Jaminan dan Perlindungan Investasi....................................................................
F. Aspek Ketenagakerjaan.........................................................................................
G. Ketersediaan Infrastruktur dan Sumber Daya Alam.............................................
H. Intensif Perpajakan dan Akses Pasar....................................................................
I. Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif..................................................
BAB III PENUTUP. 28
A.    Kesimpulan. 28........................................................................................................






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Investasi, khususnya investasi asing sampai saat ini merupakan factor penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Harapan masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk diwujudkan. Factor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya, antara lain: pertama faktor sumber daya alam, kedua faktor sumber daya manusia, ketiga faktor stabilitas politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha, keempat factor kebijakan pemerintah, kelima factor kemudahan dalam perizinan  
B.    Rumusan Masalah
a.      Bagaimana Resiko Menanam Modal (Country Risk)?
b.     Bagaimana Birokrasi dalam Penanaman Modal?
c.      Bagaimana Transparansi dan Kepastian Hukum dalam Penanaman Modal?
d.     Bagaimana Alih Teknologi dalam Penanaman Modal?
e.      Apa Jaminan dan Perlindungan Investasi?
f.      Bagaimana Aspek Ketenagakerjaan dalam Penanaman Modal?
g.     Bagaimana Ketersediaan Infrastruktur dan Sumber Daya Alam dalam Penanaman Modal?
h.     Bagaimana Intensif Perpajakan dan Akses Pasar dalam Penanaman Modal?
i.       Bagaimana Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif  dalam Penanaman Modal?

C.    Tujuan Masalah
a.      Untuk Mengetahui Bagaimana Resiko Menanam Modal (Country Risk)
b.     Untuk Mengetahui Bagaimana Birokrasi dalam Penanaman Modal
c.      Untuk Mengetahui Bagaimana Transparansi dan Kepastian Hukum dalam Penanaman Modal
d.     Untuk Mengetahui Bagaimana Alih Teknologi dalam Penanaman Modal
e.      Untuk Mengetahui Apa Jaminan dan Perlindungan Investasi
f.      Untuk Mengetahui Bagaimana Aspek Ketenagakerjaan dalam Penanaman Modal
g.     Untuk Mengetahui Bagaimana Ketersediaan Infrastruktur dan Sumber Daya Alam dalam Penanaman Modal
h.     Untuk Mengetahui Bagaimana Intensif Perpajakan dan Akses Pasar dalam Penanaman Modal
i.       Untuk Mengetahui Bagaimana Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif  dalam Penanaman Modal















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Resiko Menanam Modal (Country Risk)
Semua jenis kegiatan bisnis mempunyai tingkat risiko tertentu. Pada saat melewati batas-batas negara maka konsekuensinya adalah tambahan risiko. Dan risiko inilah yang disebut dengan risiko negara (Country Risk). Ada enam pemeringkatan risiko negara yang dilakukan oleh berbagai lembaga di dunia, di antaranya adalah:
1. Risiko Ekonomis (Economic Risk)
            Risiko ekonomis merupakan besaran yang signifikan di dalam laju pertumbuhan ekonomi yang menghasilkan perubahan utama dari pengembalian investasi. Risiko ini bisa meningkat karena adanya kebijakan yang keliru dalam kebijakan dasar ekonomi seperti kebijakan fiskal, moneter, distribusi kesejahteraan dan lain sebagainya. Risiko ekonomis sering overlap dengan risiko politis dalam beberapa sistem pengukuran risiko negara untuk investasi karena kedua-duanya berhubungan dengan kebijakan pemerintah. Risiko ekonomis mengukur besaran tradisional semacam kebijakan fiskal  dan moneter seperti yang menyangkut besar dan komposisi anggaran belanja negara, kebijakan pajak, situasi hutang pemerintah dan kedewasaan kebijakan moneter dan finansial itu sendiri.
2. Risiko Transfer (Transfer Risk) 
Risiko transfer timbul akibat dari keputusan yang diambil oleh pemerintah asing untuk mebatasi perpindahan modal. Hal tersebut dapat menimbulkan kesulitan dalam pengembalian keuntungan, dividen, dan modal. Karena sebuah pemerintah dapat mengubah perpindahan modal setiap waktu, maka risiko transfer diterapkan dalam semua jenis investasi. Risiko transfer biasanya dianalisis sebagai sebuah fungsi dari kemampuan negara untuk menuai mata uang asing. Implikasi dari pengukuran ini adalah bahwa kesulitan menuai mata uang asing akan meningkatkan kemungkinan negara menerapkan beberapa bentuk control terhadap modal yang ditanam. Perhitungan secara kuantitatif dari risiko ini sukar dilakukan karena keputusan untuk membatasi modal mungkin merupakan murni respon dari problem yang lain.


3. Risiko Nilai Tukar (Exchange Rate Risk)
Risiko nilai tukar menyangkut perubahan nilai tukar yang tidak diharapkan misalnya semacam perubahan dari sistem nilai tukar tetap menjadi nilai tukar mengambang. Para pengembang teori ekonomi memberikan panduan bahwa analisis terhadap risiko nilai tukar ini dilakukan dalam periode waktu yang lebih panjang (lebih dari dua tahun).
4. Risiko Lokasi (Location or Neighborhood Risk)
Risiko lokasi menyangkut di dalamnya efek ikutan yang disebabkan oleh persoalan di dalam sebuah kawasan, dalam rekanan dagang negara, atau di dalam negara-negara yang memiliki karakteristik yang serupa. Karakteristik Negara yang serupa memiliki kecenderungan untuk menularkan risiko seperti Negara-negara Latin di tahun 1980-an dan  Negara-negara Asia di tahun 1997-1998. Risiko ini merupakan salah satu besaran yang sulit untuk diukur.
5. Risiko Pemerintah yang Berkuasa (Sovereign Risk)
Risiko pemerintah yang berkuasa menyangkut tentang apakah sebuah pemerintahan bersedia atau mampu membayar hutang-hutangnya atau justru cenderung ingin ngemplang hutang tersebut. Risiko pemerintahan yang berkuasa berkaitan erat dengan risiko transfer seperti misalnya sebuah pemerintahan yang kehabisan dana akibat pengembangan yang tidak tepat dalam sistem pembayarannya. Risiko ini juga berkaitan dengan risiko politik dalam hal pemerintah memutuskan tidak menghormati komitmen yang sudah disepakati karena alas an politis.
6. Risiko Politik (Political Risk)
Risiko politik berkaitan dengan risiko akibat perubahan institusi politik yang menyangkut kontrol pemerintah dan faktor-faktor non ekonomis. Kategori risiko ini menyangkut potensi-potensi konflik internal dan eksternal, hubungan antara berbagai kelompok di dalam sebuah negara, proses pengambilan keputusan dalam pemerintahan, dan sejarah dari negara itu sendiri.




B.    Birokrasi
Birokrasi yang terlalu panjang biasanya dapat menciptakan situasi yang kurang kondusif bagi penanaman modal, sehingga dapat mengurungkan niat para pemodal untuk melakukan investasi. Sebagai gambaran, salah satu keluhan yang sering dilontarkan oleh para investor asing selama ini adalah begitu banyaknya jenis perizinan yang harus diperoleh, yang secara langsung menjadikan membengkaknya initial cost yang dikeluarkan sebelum perusahaan tersebut beroperasi. Upaya menyederhanakan proses birokrasi (debirokratisasi) kiranya akan dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong para investor kembali menanamkan modalnya di Indonesia dan langkah-langkah mengenai hal tersebut tampaknya sudah mulai dilakukan.      
C.    Transparansi dan Kepastian Hukum
Adanya transparasi dalam proses dan tata cara penanaman modal akan menciptakan suatu kepastian hukum serta menjadikan segala sesuatunya menjadi lebih mudah diperkirakan, begitu juga sebaliknya tidak adanya kepastian hukum akan membingungkan calon investor. Salah satu contoh dari permasalahan ini adalah berubahnya daftar skala prioritas serta negative list di bidang penanaman modal.
D.    Alih Teknologi
Perkembangan teknologi yang demikian pesat setelah zaman renaissance, yang disertai dengan industrialisasi yang terjadi dimana-mana di belahan dunia ini ke dalam dua kubu, yang pertama adalah kubu yang memiliki perkembangan teknologi yang demikian pesat, yang biasanya disebut dengan Negara maju (Developed Countries), dan kedua adalah kubu yang  dalam banyak hal disebut dengan Negara terbelakang (Under Developed atau Developing Countries) atau yang sering disebut juga dengan Negara dunia ketiga (Third World Countries)
Masalah alih teknologi (transfer of technology) ini selanjutnya menjadi penting bagi dunia ketiga, terutama dengan makin mengglobalnya dunia. Globalisasi dunia yang terjadi setelah perang dunia kedua, yang berawal di Bretton Woods ini telah menjadi cikal bakal dari lahirnya suatu organisasi dunia World Trade Organization di tahun 1994[1].
Dalam bidang investasi, alih teknologi dari suatu Negara ke Negara lain, umumnya dari Negara maju maju ke berkembang dapat dilakukan dengan cara expertisi dan bantuan teknologi. Keahlian dan bantuan dapat berupa:
a.      Studi pre-investasi
b.     Basic pre-ingeenering
c.      Spesifikasi mesin-mesin
d.     Pemasangan dan menjalankan mesin-mesin
e.      manajemen[2]
penanaman modal asing diharapkan dapat mewujudkan alih teknologi dan peningkatan ilmu pengetahuan. Kelemahan Negara berkembang dalam bidang teknologi akan sangat mempengaruhi proses transformasi dari agraris menuju industrialisasi.
Untuk itulah diperlukan adanya dana yang cukup untuk dialokasikan dalam pengembangan teknologi. Bagi Indonesia, investasi asing mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses industrialisasi dan alih teknologi.
Pada sisi lain, untuk meningkatkan pengembangan teknologi informasi, pemerintah Indonesia harus mendatangkan investor asing yang bergerak dalam bidang teknologi informasi. Investasi tersebut digunakan untuk mengurangi kesenjangan digital sesuai target pemerintah.
Pengaturan alih teknologi dalam hukum positif Indonesia yang mengatur tentang bidang investasi jelas tercantum dalam:
1.     Undang-Undang No. 6 Tahun 1967
Tentang penanaman modal dalam negeri secara jelas mengatur tentang alih teknologi yang terjadi dengan cara importasi barang-barang modal termasuk alat-alat dan perlengkapan perusahaan. Secara lengkap diatur dalam pasal 15: “pengimporan barang-barang modal, termasuk peralatan dan perlengkapan perusahaan yang diperlukan untuk usaha-usaha pembangunan baru dan rehabilitasi, dalam bidang-bidang tersebut dalam pasal 9 ayat (1) dapat keringanan-keringanan bea masuk”.
2.      Undang-Undang No. 25 Tahun 2007
Menyebutkan secara letter lijk tentang pengaturan alih teknologi sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (2) huruf c, bahwasalah satu tujuan penyelenggaraan penanaman modal adalah meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional.
3.     Undang-Undang No. 14 Tahun 2001
 Dua hal penting berkaitan dengan alih teknologi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang paten. Undang-Undang tersebut mengatur dua hal: pertama, cara bealihnya teknologi (teknologi yang dipatenkan) bisa melalui beberapa cara sebagaimana diatur dalam pasal 66, bahwa paten dapat beralih atau dialihkan, baik sebagian atau seluruhnya karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis ataupun sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Kedua, larangan pencantuman klausal restriktif dalam kontrak lisensi sebagaimana diatur dalam pasal 71 disebutkn bahwa klausal perjanjian lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian Indonesia dan mengembangkan teknologi pada umumnya.
Negara berkembang untuk melakukan alih teknologi: melalui importasi barang-barang modal, dengan waralaba (franchising) dan program distribusi (distributorship), perjanjian manajemen dan konsultasi (consultation agreements), Turn Key Project dalam bentuk kerjasama pabrikasi yang melibatkan penyertaan modal yang cukup besar dengan satu sumber teknologi yang bertanggung jawab sepenuhnya atas keberhasilan jalannya proyek tersebut, Joint Venture Agreements, jika dalam Consultation Agreements, Negara berkembang harus memainkan peran yang aktif agar mereka dapat memperoleh secara optimum teknologi yang ingin diserap.



E.    Jaminan dan Perlindungan Investasi
Menteri Perindustrian mengatakan, pemerintah akan tetap meminta jaminan investasi dalam negeri dan smelter.Jaminantersebut sebagai bentuk komitmen untuk menjalankan amanat UU No. 4/2009 tentang Minerba. “jaminan tidak harus berupa deposit 5% dari investasi. Dulu, angka 5% tersebut adalah sebagai referensi, itumasih wacana pemerintah, jaminan yang akan dikenakan belum dipastikan harusdalam bentuk presentase dari nilai investasi, pengenaan jaminan lebih bertujuan agar pemerintah mendapat kepastian bahwa investasi akan tetap berjalan.
Salah satu faktor yang sangat dipertimbangkan oleh investor adalah sebelum melakukan kegiatan penanaman modal yaitu adanya jaminan dari Negara tuan rumah terhadap kepentingan pemodal dalam hal terjadi kerusuhan, penyitaan, huru-hara, nasionalisasi, dan pengambil alihan serta penarikan keuntungan. 
F.     Aspek Ketenagakerjaan
Adanya tenaga kerja yang terlatih dan terampil dalam jumlah yang memadai serta upah yang tidak terlalu tinggi akan menjadi factor yang sangat dipertimbangkan oleh para investor sebelum melakukan kegiatan penanaman modal, masalah ketenagakerjaan dengan masalah penanaman modal terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat, dimana penanam modal disatu pihak memberikan implikasi terciptanya lapangan kerja yang menyerap sejumlah besar tenaga kerja di berbagai sektor, sementara di lain pihakkondisi sumber daya manusia yang tersedia dan situasi ketenagakerjaan yang melingkupinya akan memberikan pengaruh yang besar pula bagi kemungkinan peningkatan atau penurunan investasi.
G.   Ketersediaan Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
Tersedianya jaringan infrastruktur yang memadai akan sangat berperan dalam menunjang keberhasilan suatu kegiatan penanaman modal. Oleh sebab itu, tersedianya jaringan infrastruktur seperti perhubungan (darat, laut, udara) serta sarana komunikasimerupakan factor yang sangat diperlukan oleh investor.
Di samping masalah modal, tenaga kerja, keahlian dan keberadaan infrastruktur, masalah keberadaan sumber daya alam menjadi daya tarik utama dalam melakukan kegiatan investasi. Negara dengan kekayaan alam yang melimpah menjadi sasaran utama para investor dalam menanamkan modalnya. Meskipun demikian, kekayaan yang melimpah tersebut harus didukung oleh kebijakan investasi yang tepat dimana adanya kepastian hukum bagi investor atas kontrak-kontrak yang ditanda tangani akan menjadikan rasa nyaman bagi para pemilik modal.
H.    Intensif Perpajakan dan Akses Pasar
Mengingat kegiatan penanaman modal merupakan kegiatan yang berorientasi mencari keuntungan, adanya intensif di bidang perpajakan akan sangat membantu menyehatkan cash flowserta mengurangi secara subtansial biaya produksi yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan profit dari suatu kegiatan penanaman modal.
Akses terhadap pasar menjadi sasaran utama para investor dalam menanamkan modalnya. Hal ini mudah dipahami mengingat terbukanya akses pasar akan mampu menyerap produk yang dihasilkan dari suatu kegiatan penanaman modal, terlebih lagi Indonesia dengan 200 juta lebih penduduknya tentu akan memiliki potensi yang sangat besar.
I.      Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif
Untuk mengatasi adanya kemungkinan perselisihan antara penanam modal satu dengan penanam modal yang lain, maupun penanam modal dengan partner local di kemudian hari. Tentunya pemerintah Indonesia secara strategis dan dini telah meratifikasi knvensi ICSID 1958 melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 LN 1968 Nomor 32, sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan kemungkinan timbulnya sengketa atau perselisihan antara  para penanam modal baik oleh pemerintah sendiri maupun swasta. Kebijaksanaan Indonesia untuk meratifikasi konvensi ICSID didasarkan pada pertimbangan agar dapat menarik penanaman modal asing sebanyak mungkin ke Indonesia, memberikan rasa aman, serta mengupayakan terjadinya penyelesaian perselisihan lewat jasa perwasitan atau lebih dikenal dengan nama ‘arbitrase”.
Adanya keinginan untuk menyelesaikan setiap sengketa penanaman modal lewat jasa perwasitan atau arbitrase merupakan konsekuensi logis dari setiap pelaksanaan perjanjian kontrakyang dilakukan oleh pihak penanam modal asing dengan pihak pemerintah Indonesia lewat perjanjian jaminan investasi (investment guaranty) yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dengan beberapa Negara penanam modal asing. Syarat perwasitan ini sering kali dipilih oleh para pihak yang bersengketa disebabkan karena prosedurnya bisa dipermudah dan putusan perwasitan adalah mengikat bagi para pihak dan tidak dapat disbanding pada instansi peradilan yang lebih tinggi. Lagi pula persoalannya sangat teknis operasional, sehingga sukar untuk dimengerti oleh hakim dari badan peradilan.
Pada umumnya, lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dari cara-cara penyelesaian sengketa lainnya mengingat:
1.     Bahwa dengan cara ini dapat dihindari kelambatan-kelambatan yang diakibatkan oleh hal-hal prosedural dan administrative
2.     Pihak-pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya paling dapat mengerti kepentingan pihaknya serta mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan
3.     Pihak-pihak dapat memilih hukum apa yang akan diterapkan untuk menyelesaikan masalahnya beserta proses dan tempat di mana penyelenggaraan arbitrase ini dilakukan
4.     Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat pihak-pihak dan dengan melalui prosedur sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan
Adanya lembaga arbitrase yang terbentuk dan terselenggara darisuatu konvensi, tidak lain dimaksudkan untuk memberikan perlindungan yang memadai bagi para penanam modal. Untuk mengefektifkan perlindungan penanam modal khususnya penanaman modal asing, yang selama kurun waktu 1940-1965 tidak banyak memberikan hasil. Karenanya usaha ini kemudian dialihkan ke arah yang lebih praktis, yakni mencari suatu prosedur bagi suatu lembaga yang efektif yang dapat menyelesaikan sengketa-sengketa yang disebabkan karena penanaman modal.
Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa di mana para pihak menyerahkan kewenangan kepada pihak yang netral yang disebut arbiter untuk memberikan putusan.
BAB III
PENUTUP
Risiko dari menanam modal (Country Risk) sendiri sangat banyak sekali. Diantaranya yang telah disebutkan di atas ada enam risiko yaitu risiko ekonomis, risiko transfer, risiko nilai tukar, risiko lokasi, risiko pemerintah yang berkuasa, dan risiko politik. Yang kesemuanya itu merupakan akibat dari menanam modal yang melewati batas-batas negara. Dan tentunya risiko tersebut juga berkaitan dengan campur tangan dari negara.
Birokrasi yang diciptakan dalam penanaman modal masih harus diupayakan agar dapat menjadi sederhana supaya investor kembali menanamkan modalnya di Indonesia.
Adanya transparasi dalam proses dan tata cara penanaman modal akan menciptakan suatu kepastian hukum serta menjadikan segala sesuatunya menjadi lebih mudah diperkirakan, begitu juga sebaliknya tidak adanya kepastian hukum akan membingungkan calon investor. Salah satu contoh dari permasalahan ini adalah berubahnya daftar skala prioritas serta negative list di bidang penanaman modal.
Dua hal penting berkaitan dengan alih teknologi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang paten. Undang-Undang tersebut mengatur dua hal: pertama, cara bealihnya teknologi (teknologi yang dipatenkan) bisa melalui beberapa cara sebagaimana diatur dalam pasal 66, bahwa paten dapat beralih atau dialihkan, baik sebagian atau seluruhnya karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis ataupun sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Kedua, larangan pencantuman klausal restriktif dalam kontrak lisensi sebagaimana diatur dalam pasal 71 disebutkn bahwa klausal perjanjian lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian Indonesia dan mengembangkan teknologi pada umumnya.


Menteri Perindustrian mengatakan, pemerintah akan tetap meminta jaminan investasi dalam negeri dan smelter.Jaminantersebut sebagai bentuk komitmen untuk menjalankan amanat UU No. 4/2009 tentang Minerba. “jaminan tidak harus berupa deposit 5% dari investasi. Dulu, angka 5% tersebut adalah sebagai referensi, itumasih wacana pemerintah, jaminan yang akan dikenakan belum dipastikan harusdalam bentuk presentase dari nilai investasi, pengenaan jaminan lebih bertujuan agar pemerintah mendapat kepastian bahwa investasi akan tetap berjalan.
Di samping masalah modal, tenaga kerja, keahlian dan keberadaan infrastruktur, masalah keberadaan sumber daya alam menjadi daya tarik utama dalam melakukan kegiatan investasi. Negara dengan kekayaan alam yang melimpah menjadi sasaran utama para investor dalam menanamkan modalnya. Meskipun demikian, kekayaan yang melimpah tersebut harus didukung oleh kebijakan investasi yang tepat dimana adanya kepastian hukum bagi investor atas kontrak-kontrak yang ditanda tangani akan menjadikan rasa nyaman bagi para pemilik modal.
Mengingat kegiatan penanaman modal merupakan kegiatan yang berorientasi mencari keuntungan, adanya intensif di bidang perpajakan akan sangat membantu menyehatkan cash flowserta mengurangi secara subtansial biaya produksi yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan profit dari suatu kegiatan penanaman modal.Akses terhadap pasar menjadi sasaran utama para investor dalam menanamkan modalnya. Hal ini mudah dipahami mengingat terbukanya akses pasar akan mampu menyerap produk yang dihasilkan dari suatu kegiatan penanaman modal, terlebih lagi Indonesia dengan 200 juta lebih penduduknya tentu akan memiliki potensi yang sangat besar.
Pada umumnya, lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dari cara-cara penyelesaian sengketa lainnya mengingat:
1.     Bahwa dengan cara ini dapat dihindari kelambatan-kelambatan yang diakibatkan oleh hal-hal prosedural dan administrative.
2.     Pihak-pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya paling dapat mengerti kepentingan pihaknya serta mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan.
3.     Pihak-pihak dapat memilih hukum apa yang akan diterapkan untuk menyelesaikan masalahnya beserta proses dan tempat di mana penyelenggaraan arbitrase ini dilakukan.
4.     Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat pihak-pihak dan dengan melalui prosedur sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.















DAFTAR PUSTAKA
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Lisensi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Prasada), 2001.

Ita Gambiro, Aspek-aspek Hukum dan Pengalihan Teknologi, BPHN, 1978.








[1] Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Lisensi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Prasada, 2001, hal. 95
[2] Ita Gambiro, Aspek-aspek Hukum dan Pengalihan Teknologi, BPHN, tahun 1978.
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

Assalamualaikum Wr. Wb. 🙏🏻 Salam Creative 🌹 Undangan Terbuka Untuk seluruh Keluarga UKM triple-C dalam agenda Study Club nanti mal...

PROFIL FKIS

SAIFUL IHWAN. Powered by Blogger.

Cari Makalah FKis

WAWAN JR

WAWAN JR
Mahasiswa Hukum Bisnis Syariah di Kampus Universitas Trunojoyo Madura

Postingan Populer

Postingan Favorit

Blog Archive