Hukum Bisnis Syariah

Friday, 23 March 2012

HUKUM BENDA (Zaak)


HUKUM BENDA (Zaak)
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata




Dosen Pengampu : Acmad Badarus Syamsi, S.HI., M.H.

Oleh kelompok 6:
1.            Saiful Ihwan               150711100003
2.            Luluk Mukhyyaroh     150711100065
3.            Nurul Hikmah             150711100102



PROGRAM STUDI HUKUM BISNIS SYARI’AH
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2016


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur terhadap kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan  rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita dapat menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua kalinya shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW  yang telah menunjukkan kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang yakni addinul Islam.
Ketiga kalinya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada mahasiswa/i dan dosen pengampu kami karena sesungguhnya makalah ini telah kami buat dan tentunya tak luput dari kekurangan dan kesalahan.
Terakhir kalinya kami mengucapakan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu kami dalam meyelesaikan makalah ini sehingga makalah ini dapat terkumpulkan pada waktunya. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi mereka. Aamiin.

Bangkalan, 07 Maret  2017

Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C.     Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.     Pengertian Benda (Zaak)..................................................................... 2
B.     Macam-Macam Benda........................................................................
1.      Benda Tidak Bergerak dan  Benda Bergerak................................ 2
2.      Benda yang musnah dan benda yang tetap ada.......................... 5
3.      Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapatdiganti... 6
4.      Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi ....... 7
5.      Benda yang terdaftar dan benda yang tidak terdaftar................ 8
C.     Perbedaan Sistem Hukum Benda Dan Sistem Hukum Perikatan......... 8
D.     Pembedaan Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan........ 9
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................ 19
B.     Saran.................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 21



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Hukum perdata adalah peraturan-peraturan hukum mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain, yang menitikberatkan kepentingan perorangan dan pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada orang yang berkepentingan itu sendiri. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum perdata Belanda sendiri diatur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
 Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, salah satunya adalah Buku II tentang kebendaan dan sekaligus yang akan menjadi tema dari pembahasan dalam makalah ini.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja yang dinamakan benda ?
2.      Apa saja Macam-macam Benda?
3.      Apa Perbedaan Sistem Hukum Benda Dan Sistem Hukum Perikatan?
4.      ApaPembedaan Hak Kebendaan: Hak Kebendaan Yang Bersifat Memberi Kenikmatan?
C.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui  yang dinamakan benda.
2.      Untuk mengetahui Macam-macam Benda.
3.      Untuk mengetahui Perbedaan Sistem Hukum Benda Dan Sistem Hukum Perikatan.
4.      Untuk mengetahui Pembedaan Hak Kebendaan: Hak Kebendaan Yang Bersifat Memberi Kenikmatan.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Benda
Istilah benda merupakan terjemah dari bahasa belanda (Zaak), benda dalam arti ilmu pengetahuan hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hukum, yaitu sebagai lawan dari objek hukum. Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum (manusia atau badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok (Objek) sautu hubungan hukum , karena suatu itu dapat dikenai hukum. [1]
Pengertian Benda menurud Pasal 499 B.W (zaak) yaitu segala sesuatu  yang  dapat dihaki oleh orang atau dapat menjadi hak milik . Disini benda berarti objek sebagai  lawan  dari subjek atau “ orang” dalam  hukum. Benda  (zaak) dalam  arti sempit, yaitu  sebagai barang yang dapat terlihat saja. Ada juga yang mengatakan benda yaitu kekayaan seseorang.
Jika benda dipakai dalam arti kekayaan seseorang  maka meliputi juga barang-barang yang tidak dapat terlihat yaitu: Hak-hak Misalnya hak hutang atau penagihan. Sebagai dapat menjual atau mengadaikan barang-barang  yang dapat terlihat, ia juga dapat menjual dan menggadai hak-haknya.[2]
Hukum benda ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur , mengenai hal yang diartikan dengan benda dan hak-hak yang melekat diatasnya.[3]
B.     Macam-macam Benda
a.       Benda Tidak Bergerak dan  Benda Bergerak
1.      Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak adalah benda-benda yang  karena sifatnya . tujuannya atau penetapannya undang-undang dinyatakan sebagai benda tak bergerak. Benda tak bergerak diatur dalam Pasal 506,507 dan 508 BW. Ada tiga golongan benda tak bergerak, yaitu :
a)      Menurut “Sifatnya” tak bergerak dapat di bagi lagi menjadi tiga macam :
a)      Tanah;
b)      Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena tumbuh dan berakar serta bercabang ( seperti tumbuh-tumbuhan, buah-buahan yang belum dipetik dan sebagainya);
c)      Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karna didirikan diatas tanah , yaitu karena tertanam dan terpaku seperti bangunan.
b)      Menurut “Tujuan Pemakainnya” supaya tak bersatu dengan benda tak bergerak seperti:
a)      Pada pabrik; segala macam-macam mesin, katel-katel, dan dan alat-alat lain yang dimaksud supaya terus menerus berada disitu untuk digunakan dalam menjalankan pabrik.
b)      Pada suatu perkebunan; segala sesuatu yang digunakan sebagai rabuk bagi tanah, ikan dalam kolam dan lain-lain.
c)      Pada rumah kediaman ; segala kacak ,tulisan-tulisan, dan lain-lain serta alat-alat rumah untuk menggantungkan barang di dinding rumah dan lain-lain.
c)      Menurut “Penetapan Undang-undang”  sebagai benda tak bergerak seperti:
a)      Hak-hak atau tagihan mengenai suatu benda yang tak bergerak  seperti (Hak opstal, hak hipotek, hak tanggungan dan sebaginya)
b)      Kapal-kapal yang berukuran 20 meter kubik keatas  (WvK)
2.      Benda bergerak
Benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat dipindahkan (Ps.509 BWI). Benda bergerak karena ketentuan undang undang adalah hak hak yang melekat pada benda bergerak (Ps.511 BWI), misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak, hak memakai atas benda bergerak, saham saham perusahaan.
Benda beregerak adalah benda-benda yang karena sifatnya, tujuannya atau penetapan undang-undang dinyatakan sebagai bena bergerak. Benda bergerak diatur dalam Pasal 509,510 dan 511 BW. Ada dua golongan benda bergerak yaitu:
1.      Karena sifatnya, yaitu benda – benda yang dapat berpindah atau dipindahkan  (termasuk kapal – kapal,  pasal  510  perahu – perahu dan tempat pemandian yang dipasangi perahu  KUHPer). Misal: Kendaraan ( Sepda, sepeda Motor dan  mobil). Alat-alat perkakas ( kursi, meja,alat tulis dan lain sebagainya )
2.       Karena ketentuan UU (Pasal 511 KUHPer)
a)       Hak pakai hasil dan hak pakai atas benda bergerak.
b)       Hak atas bunga – bunga yang diperjanjikan.
c)       Penagihan – penagihan atau piutang – piutang.
Arti penting pembedaan benda sebagai bergerak dan tidak bergerak terletak pada :
a)      Penguasaannya (bezit), dimana terhadap benda bergerak maka orang yang menguasai benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya (Ps.1977 BWI); azas ini tidak berlaku bagi benda tidak bergerak.
b)      Penyerahannya (levering), yaitu terhadap benda bergerak harus dilakukan secara nyata, sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama ;
c)      Kadaluwarsa (verjaaring), yaitu pada benda bergerak tidak dikenal daluwarsa, sedangkan pada benda tidak bergerak terdapat kadaluwarsa :
a.       dalam hal ada alas hak, daluwarsanya 20 tahun;
b.      dalam hal tidak ada alas hak, daluwarsanya 30 tahun
d)     Pembebanannya (bezwaring), dimana untuk benda bergerak dengan gadai, sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik.
e)      Dalam Hal Pensitaan (beslag), dimana revindicatoir beslah (penyitaan untuk menuntut kembali barangnya),hanya dapat dilakukan terhadap barang barang bergerak.
Penyitaan untuk melaksanakan putusan pengadilan (executoir beslah) harus dilakukan terlebih dahulu terhadap barang barang bergerak, dan apabila masih belum mencukupi untuk pelunasan hutang tergugat, baru dilakukan executoir terhadap barang tidak bergerak.[4]
b.      Benda yang musnah dan benda yang tetap ada
1)      Benda yang musnah
Benda yang musnah adalah benda-benda yang pemakaiannya akan musnah, kegunaan/manfaat dari benda-benda ini justru terletak pada kemusnahannya .  Misalnya : makananan dan minuman, kalau diamakan akan diminum baru memberi manfaat bagi kesehatan. Demikian juga kayu bakar menimbulkan api, setelah dibakar baru memberikan manfaat untuk memesak sesuatu dan sebaginya.
2)      Benda yang tetap ada
Benda yang tetap adalah  benda yang dalam pemakaiannya tidak mengakibatkan benda itu menjadi tidak musnah, tapi memberi manfaat bagi si pemakai . Seperti cangkir, sendok, piring, mobil, motor, dan sebagainya.
Perbedaan  antara kedua benda yang musnah dan benda yang tetap ada juga penting, baik dalam hukum perjanjian maupun hukum benda. Dalam “ hukum perjanjian”, misalnya perjanjian pinjam pakai yang diatur pada pada pasal 1740 sampai dengan 1769 BW dilakukan terhadap benda yang dapat musnah.
Dalam hukum benda misalnya: hak memetik hasil sesuatu benda yang diatur pada pasal 756 sampai dengan 817  BW dapat dilakukan terhadap benda yang musnah dan benda yang tetap ada, sedangkan hak memakai yang diatur pada pasal 818 sampai 829 BW hanya dapat dilakukan terhadap benda yang tetap ada. Pasal 822 BW malahan menyatakan, bahwa apbila hak memakai diadakan terhadap benda yang dapat musnah maka ia dianggap sebagai hak memetik hasil.
Hak memetik hasil sesuatu benda yang diatur dalam pasal 756-817 KUHPerdata dilkukan terhadao Benda musnah maupun tidak Sedangkan HAK MEMAKAI  818 – 829 Dilakukan terhadap Benda Yang Tetap ada.
c.       Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti
Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti ini tidak tidak disebut secara tegas dalam BW, akan tetapi perbedaan itu ada dalam pengaturan perjanjian, misalnya dalam pasal yang mengatur perjanjian penitipan barang.
Menurut pasal 1694 KUHPerdata pengembalian barang oleh penerima titipan  harus in natura, tidak boleh diganti dengan benda lain, oleh karena itu perjanjian penitipan barang pada umumnya dilakukan terhadap benda yang tidak musnah.
Bila mana yang dititipkan berupa uang maka menurut pasal 1714 KUHPerdata , maka uang yang harus dikembalikan harus dalam bentuk mata uang yang sama pada waktu dititpkan, baik matauang tersebut telah naik atau telah turun nnilainya. Lain halnya jika uang tersebut tidak dititipkan tetapi dipinjam menggantijan, maka yang menerima pinjaman hanya diwajibkan mengembalikan  sejumlah uang yang sama banyaknya saja, sekalipun dengan mata uang yang berbeda daripadawaktu perjanjian (pinjam-mengganti) diadakan.
d.      Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
1.      Benda yang dapat dibagi
Benda yang dapat dibagi adalah benda yang apabila wujudnya dibagi tidak mengakibatkan hilanya hakikat dari pada benda itu sendiri. Misalnya : beras, gula pasir, tepung, dan lain –lain

2.      Benda yang tidak dapat dibagi
Benda yang tak dapatdibagi adalah benda yang apabila wujudnya dibagi mengakibatkan hilangnya atau lenyapnya hakikat kepada benda itu sendiri. Misalnya : sapi, kuda uang, dan segala macam binatang.
Letak pembedaannya menjadi penting dalam hal pemenuhan prestasi suatu perjanjian. di mana terhadap benda yang dapat dibagi, prestasi pemenuhan perjanjian dapat dilakukan tidak sekaligus, dapat bertahap, misalnya perjanjian memberikan satu ton gandum dapat dilakukan dalambeberapa kali pengiriman, yang penting jumlah keseluruhannya harus satu ton. Lain halnya dengan benda yang tidak dapat dibagi, maka pemenuhan prestasi tidak dapat dilakukan sebagian demi sebagian, melainkan harus secara seutuhnya, misalnya perjanjian sewa menyewa mobil, tidak bisa sekarang diserahkan rodanya, besok baru joknya dan lain sebaginya.
e.       Benda yang diperdagangkan dan benda yang tidak diperdagangkan.
1.      Benda yang diperdagangkan
Benda yang diperdagangkan  adalah benda-benda yang dapat dijadikan objek (pokok) suatu perjanjian. Jadi semua benda yang dapat dijadikan pokok perjanjian dilapangan harta kekayaan termasuk benda yang diperdagnagkan.
2.      Benda yang tak diperdagangkan
Benda yang tak diperdagangkan adalah benda benda yang tidak dapat dijadikan objek (pokok) suatu perjanjian dilapangan harta kekayaan. Biasanya benda-benda yang digunakan untuk kepentingan umum. Misalnya : jalan, lapangan umum.[5]
Arti penting dari pembedaan ini terletak pada pemindah tanganan benda tersebut karena jual beli atau karena warisan. Benda dalam perdagangan dapat diperjual belikan dengan bebas, atau diwariskan kepada ahli waris, sedangkan benda yang tidak diperdagangan tidak dapat diperjual belikan atau diwariskan Misalnya : jalan, lapangan umum.
f.        Benda yang terdaftar dan benda yang tidak terdaftar
a.      Benda terdaftar
Arti pentingnya terletak pada pembuktian pemilikannya, untuk ketertiban umum, dan kewajiban membayar pajak. Benda terdaftar dibuktikan dengan tanda pendaftaran atau sertifikat atas nama pemiliknya, sehingga mudah dikontrol pemilikannya, pengaruhnya terhadak kepentingan umum, kewajiban pemiliknya untuk membayar pajak, serta kewajiban masyarakat untuk menghormati hak milik orang lain. Contoh benda terdaftar ialah kendaraan bermotor, rumah, tanah, kapal, perusahaan, hak cipta, hak paten, telepon, pemancar radio.
b.      Benda tidak terdaftar
Benda tidak terdaftar (disebut juga benda tidak atas nama), umumnya benda bergerak yang tidak sulit pembuktian pemiliknya, karena berlaku asas “yang menguasai dianggap sebagai pemiliknya”. Disamping itu, tidak begitu berpengaruh/berbahaya bagi kepentingan umum dan tidak begitu berpengaruh bagi pemiliknya untuk membayar pajak. Contohnya adalah alat – alat rumah tangga, pakian sehari – hari, parhiasan sepeda, hewan peliharaan.

C.     Perbedaan Sistem Hukum Benda Dan Sistem Hukum Perikatan
Hukum benda yang termuat dalam Buku II BW Pasal 499 s.d. 1232 adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan benda. Sedangkan hukum perikatan yang termuat dalam Buku II BW Pasal 1233 s.d. 1864 adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan orang lain. Hukum perikatan ini sering juga disebut oleh P313 sarjana dengan hukum perjanjian, hukum persetujuan, dan hukum perulangan.
Hubungan hukum antara seseorang dengan benda yang diatur dalam pasal-pasal Buku II BW menimbulkan hak atas benda atau hak kebendaan (zakelijk recht), yakni hak yang memberikan kekuasaan langsung kepada seseorang yang berhak untuk menguasai sesuatu benda di dalam tangan siapapun juga benda itu berada.
Hak kebendaan itu bersifat mutlak (absolut) yang berarti bahwa hak seseorang atas benda itu dapat dipertahankan (berlaku) terhadap siapapun juga, dan setiap orang harus menghormatinya. Jadi, setiap orang tidak boleh mengganggu atau merintangi penggunaan dan penguasaan hak itu. Karena itu, pada zakelijk recht ini tetap ada hubungan yang langsung antara orang yang berhak dengan benda, bagaimanapun juga ada campur tangan pihak lain.
Hubungan hukum antara seseorang dengan seseorang yang diatur dalam pasal-pasal Buku II BW menimbulkan hak terhadap seseorang atau lwk perseorangan (persoonlijk recht), yakni hak yang memberikan kekuasaan kepada seseorang (yang berhak) untuk menuntut seseorang tertentu yang lain agar berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Dengan demikian, hak perseorangan ini bersifat relatif (nisbi) yang berarti bahwa hak perseorangan ini hanya berlaku terhadap seseorang tertentu saja yang mempunyai hubungan hukum. Jadi, persoonlijk recht ini senantiasa ada hubungan antara seseorang dengan seseorang lain tertentu, meskipun ada terlihat suatu benda dalam hubungan hukum itu.
Perbedaan antara hak kebendaan (zakelijk recht) dengan hak perseorangan (persoonlijk recht) di atas ini berhubungan erat dengan soal penggugatan di muka hakim, dimana gugatan harus didasarkan secara benar. Suatu gugatan yang seyogyanya didasarkan pada perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) jangan didasarkan pada wanprestasi. Hubungan erat dengan soal gugatan di muka hakim ini disebabkan oleh isi daripada BW mendapat pengaruh yang besar dari hukum Romawi yang menitikberatkan hal pelaksanaan hukum acara menggugat di muka hakim.Hukum Romawi mengadakan perbedaan gugatan menjadi 2 bagian besar, yaitu actiones in rem yang dapat diajukan terhadap setiap orang, dan actiones in personam yang hanya dapat diajukan terhadap orang-orang tertentu saja.
Jumlah hak-hak kebendaan adalah terbatas yakni terbatas pada apa yang hanya disebut dalam Buku II BW saja. Karena itu, pasal-pasal yang termuat dalam Buku II BW bersifat memaksa (dwingend recht) artinya tidak dapat dikesampingkan. Oleh karena itu, jumlah hak-hak kebendaan itu terbatas, dimana orang tidak dapat menciptakan hak kebendaan yang lain daripada apa yang telah ditentukan dalam Buku II BW dan peraturan mengenai kebendaan yang termuat dalam Buku II BW bersifat memaksa, maka dikatakan hukum benda (Buku II BW) itu menganut sistem tertutup. Sedangkan hukum perikatan (Buku II BW) menganut sistem terbuka. Ini berarti bahwa hukum perikatan memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk membuat perjanjian yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum. Kedudukan rangkaian pasal-pasal hukum perikatan hanyalah bersifat mengatur atau hanya sebagai hukum pelengkap saja (aanvullende recht). Dengan demikian, rangkaian pasal-pasal hukum perikatan tersebut umumnya boleh dikesampingkan sekiranya para pihak yang membuat perjanjian memang menghendaki. Rangkaian pasal-pasal hukum perikatan itu baru tampil sebagai pasal-pasal yang bersifat memaksa, apabila para pihak yang membuat perjanjian tidak mengatur sendiri segala kepentingan mereka atau ada mengaturnya, tetapi tidak secara lengkap, soal-soal yang belum diatur sendiri itu diberlakukan ketentuan-ketentuan hukum perikatan.
D.     Pembedaan Hak kebendaan: Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan
1.      Bezit
Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri, yang oleh hukum dilindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.
Bezit atas suatu benda yang bergerak, diperoleh secara asli dengan pengambilan barang tersebut dari tempatnya semula, sehingga secara terang atau tegas dapat terlihat maksud untuk memiliki barang itu. Misalnya sebuah sarang tawon dengan madunya mulai berada dalam bezit seorang, bila ia telah diambil dari pohon, dan tidak cukup jika orang hanya berdiri saja dibawah pohon itu dengan menyatakan kehendaknya akan memiliki sarang tawon itu. Bezit atas suatu benda yang bergerak dengan bantuan orang lain (pengoperan), diperoleh dengan penyerahan barang itu dari tangan bezziter lama ke tangan bezziter baru. Tetapi terhadap barang-barang yang berada dalam suatu gudang, cukup dengan penyerahan kunci dari gudang tersebut.
Bezit atas suatu benda yang tak bergerak hanya dengan suatu pernyataan belaka, mungkin menurut undang-undang dalam hal-hal berikut:
a.       Jika orang yang akan mengambil alih bezit itu, sudah memegang benda tersebut sebagai houder, misalnya penyewa. Penyerahan bezit secara ini, dinamakan “traditio brevu manu” atau “levering met de korte hand”.
b.      Jika orang yang mengoperkan bezit itu, berdasarkan suatu perjanjian dibolehkan tetap memegang benda itu sebagai houder. Ini dinamakan “constitutum possessorium”.
c.       Jika benda yang harus dioperkan bezitnya dipegang oleh seoranng pihak ketiga dan orang ini dengan persetujuan nya bezitter lama menyatakan bahwa untuk seterusnya ia akan memegang benda itu sebagai bezitter baru, atu kepada orang tersebut diberitahukan oleh bezitter lama tentang adanya pengoperan bezit ini.
Pasal 539 B.W. menentukan bahwa orang yang sakit ingatan tidak dapat memperoleh bezit, tetapi anak yang dibawah umur dan orang perempuan yang telah kawin dapat memperolehnya. Ini disebabkan karena pada orang sakit ingatan dianggap tak mungkin adanya anasir kemauan untuk memiliki, anasir mana perlu untuk adanya bezit.
Bezit atas suatu benda yang tak bergerak memberikan hak-hak sebagai berikut:
1)      Seorang bezitter tidak dapat begitu saja diusir oleh si pemilik, tetapi harus digugat di depan hakim. Dalam pemeriksaan di depan hakim ini, sementara ia dianggap sebagai pemilik benda yang menjadi perkara itu. Jika ia menyangkal haknya si pemilik itu, orang ini diwajibkan membuktikan hak miliknya.
2)      Jika bezitter itu jujur, ia berhak untuk mendapat semua penghasilan dari benda yang dikuasainya pada waktu ia digugat didepan hakim dan ia tidak usah mengembalikan penghasilan itu, meskipun ia akhirnya dikalahkan.
3)      Seorang bezitter yang jujur, lama kelamaan karena lewatnya waktu, dapat memperoleh hak milik atas benda yang dikuasainya itu.
4)      Jika ia diganggu oleh orang lain, seorang bezitter dapat minta pada hakim supaya ia dipertahankan dalam kedudukannya atau supaya dipulihkan keadaan semula, sedangkan ia berhak pula menuntut pembayaran kerugian.
Mengenai benda-benda yang bergerak ditetpkan dalam  pasal 1977 B.W. (ayat 1) bahwa “bezit berlaku sebagai titel yang sempurna”.
Pada umumnya, hak milik atas suatu barang hanya dapat berpindah secara sah, jika seorang memperolehnya dari orang yang berhak memindahkan hak milik atas barang tersebut, yaitu pemiliknya. Akan tetapi dapat dimengerti, bahwa kelancaran dalam lalu-lintas hukum akan sangat terganggu, jika dalam tiap jual beli barang yang bergerak si pembeli harus menyelidiki dahulu apakah si penjual sungguh-sungguh mempunyai hak milik atas barang yang dijualnya. Untuk kepentingan lalu-lintas hukum itulah, pasal 1977 B.W. menetapkan mengenai barang yang bergerak si penjual di anggap sudah cukup membuktikan hak miliknya dengan mempertunjukkan bahwa ia menguasai barang itu seperti seorang pemilik, yaitu bahwa menurut keadaan yang nampak keluar barang itu seperti kepunyaan sendiri (bezit).
Jadi tidak usah ia memperlihatkan cara bagaimana ia mendapatnya (titelnya), tak usah ia memperlihatkan tanda bukti tentang hak miliknya, cukuplah jika ia mempunyai bezit menurut pengertian hukum. Dan si pembeli yang percaya pada adanya bezit di pihak si penjual itu akan diperlindungi oleh undang-undang, jika kemudian ternyata bahwa si penjual itu bukan pemilik, tetapi misalnya, hanya seorang yang meminjam barang itu dari pemiliknya. Barang itu akan menjadi milik si pembeli. Dengan demikian, pasal 1977 itu berarti suatu perlindungan kepada si pembeli barang, dengan mengorbankan kepentingan pemiliknya yang sejati. Sebenarnya peraturan itu memang sudah adil.
2.      Hak milik (Hak Eigendom)
Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Seorang yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan merusak), asal saja ia tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain. Memang dahulu hak eigendom di pandang sebagai sungguh-sungguh “mutlak”, dalam arti tak terbatas, tetapi dalam zaman terakhir ini di mana-mana timbul pengertian asas kemasyarakatan (“sociale functie”) dari hak tersebut. Juga Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5 tahun 1960) menonjolkan asas kemasyarakatan hak milik itu dengan menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Kita sudah tidak dapat berbuat sewenag-wenang lagi dengan hak milik kita sendiri. Sekarang suatu perbuatan yang pada hakekatnya berupa suatu pelaksanaan hak milik dapat dipandang sebagai berlawanan dengan hukum, jika perbuatan itu dilakukan dengan tiada kepentingan yang patut, dengan maksud semata-mata untuk mengganggu atau suatu “misbruik van recht”. Tiap pemilik suatu benda baik bergerak maupun tidak, berhak meminta kembali bendanya dari siapa saja yang menguasainya berdasarkan hak miliknya itu (pasal 574 B.W.).[6]
Menurut pasal 584 B.W., eigendom hanyalah dapat diperoleh dengan jalan:
1.      Pengambilan, contoh: membuka tanah, memancing ikan).
2.      Natrekking, yaitu jika suatu benda bertambah besar atau berlipat karena perbuatan alam, contoh: tanah bertambah besar sebagai akibat gempa bumi, kuda beranak, pohon berbuah).
3.      Lewat waktu (verjaring).
4.      Pewarisan.
5.      Penyerahan (“overdracht” atau “levering”) berdasarkan suatu titel pemindahan hak yang berasal dari seorang yang berhak memindahkan eigendom.
Menurut sistem B.W. suatu pemindahan hak terdiri atas dua bagian. Pertama, suatu “obligatoire overeenkomst” yaitu tiap perjanjian yang bertujuab memindahkan hak itu, misalnya perjanjian jual beli atau pertukaran. Kedua,  suatu “zakelijke overeenkomst” yaitu pemindahan hak itu sendiri. Dalam hubungan ini adalah penting apakah sah pembalikan nama dalam hal jual beli benda yang tak bergerak itu tergantung pada sah atau tidak sahnya perjanjian obligatoir? Ataukah harus dipandang terlepas dari obligatoir overeenkomst itu. Pertanyaan ini penting bagi orang pihak ketiga, karena ada kemungkinan suatu perjanjian jual beli pada suatu hari dibatalkan karena ternyata orang yang telahmenjual benda yang sudah diserahkan, tidak berhak menjual benda itu, sedangkan benda itu barangkali telah dijual lebih lanjut oleh si pembeli.
Menurut pendapat yang lazim dianut oleh para ahli hukum dan para hakim, dalam B.W. berlaku apa yang dinamakan “causaal stelsel”, dimana memang sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu digantungkan pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoir. Misalnya, perjanjian jual beli atau perjanjian schenking dan sebagainya. Dalam sistem ini diberatkan pemberian perlindungan pada si pemilik, dengan mengorbankan kepentingan orang-orang pihak ketiga. Jika persoalan mengenai sah atau tidaknya perjanjian levering itu dipandang terlepas dari sah atau tidaknya perjanjian obligatoir, maka dikatakan dianut “abstractstelsel”, dimana lebih di pentingkan perlindugan orang-orang pihak ketiga. Menurut B.W. obligatoire overeenkomst itu tidak usah berupa suatu perjanjian tertulis, karena perjanjian jual beli dengan lisan, meskipun mengenai suatu benda yang tak bergerak, juga diperbolehkan. Hanyalah penyerahan mengenai benda yang tak bergerak harus dilakukan dengan pembuatan suatu tulisan yang dinamakan “akte van transport” (surat penyerahan) yang harus dibuat secara resmi (outhentiek) didepan notaris. Akte tersebut berupa suatu keterangan timbal-balik yang ditandatangani bersama oleh si penjual dan si pembeli yang secara pokok berisi di satu pihak penjual menyerahkan hak miliknya, di pihak lain pembeli menyatakan menerima hak milik atau benda yang bersangkutan.[7]
3.      Hak memungut hasil (Vruchtgebruik)
Vruchtgebruik adalah suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan dari suatu benda orang lain, seolah-olah benda itu kepunyaannya sendiri, dengan kewajiban menjaga supaya benda tersebut tetap dalam keadaannya semula (pasal 756 B.W.). uraian yang diberikan oleh undang-undang ini kurang lengkap, karena hak vruchtgebruik tidak hanya memberikan hak untuk menarik penghasilan saja, melainkan juga untuk memakai benda itu.
Teranglah, menurut maksud undang-undang hak vruchtgebruik hanya dapat diberikan atas benda-benda yang tidak akan hilang atau menjadi berkurang karena pemakaian, yaitu benda-benda yang tidak dapat diganti. Tetapi dalam praktek telah timbul suatu vruchtgebruik atas barang-barang yang dapat diganti, misalnya atas suatu modal (sejumlah uang). Dalam hal yang demikian dikatakan “oneigenlijk vruchtgebruik”.
Salah satu hal yang penting, bahwa hak vruchtgebruik selalu diberikan kepada seorang secara pribadi. Karenanya hak itu berakhir dengan sendirinya apabila orang tersebut meninggal. Kewajiban seorang vruchtgebruiker ialah membuat pencatatan (inventarisatie) pada waktu ia menerima hak nya. Menanggung segala biaya pemeliharaan dan perbaikan yang biasa. Memelihara benda itu sebaik-baiknya dan menyerahkannya dalam keadaan yang baik apabila hak itu berakhir. Ia dapat dituntut untuk mengganti kerugian, apabila ia melalaikan kewajibannya.
Hak vruichtgebruik ini, biasanya dipergunakan untuk memberi penghasilan (tunjangan) pada seseorang selama hidupnya. Misalnya dalam suatu testament seorang menentukan bahwa harta bendanya diwariskan kepada anak-anaknya, tetapi si isteri selama hidupnya mendapat vruichtgebruik atas kekayaan itu. Hak vruichtgebruik (begitu juga erfpacht) adalah sebegitu luasnya, hingga si pemiliknya sendiri tinggal namanya saja sebagai pemilik, tetapi sama sekali tidak mengenyam kenikmatan miliknya itu. Sebab itu ia lazim juga dinamakan “blote eigenaar”.[8]
4.      Hak pakai dan hak mendiami
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah. (Undang-Undang No. 5 Tahun 1960).[9]
Pasal 818 dijelaskan pengertian hak pakai dan hak mendiami, yang berbunyi: Hak pakai dan hak mendiami adalah keduanya hak kebendaan yang diperoleh dan berakhir dengan cara yang sama seperti Hak Pakai Hasil.
Penyamaan hak pakai dan hak mendiami dengan hak pakai hasil, dengan ketentuan:
1.      Hak pakai dan hak mendiami dapatlah dari suatu peristiwa perdata.
2.      Kebendaan yang habis karena pemakaian tidak dapat dijadikan objek hak pakai. Dalam hal telah diperjanjikan pemberian hak pakai atas benda yang dapat habis karena pemakaian, maka dianggaplah pemberian hak pakai tersebut sebagai suatu hak pakai hasil, dan terhadapnya berlakulah ketentuan hak pakai hasil, dan terhadapnya berlakulah ketentuan hak pakai hasil atas benda yang dapat habis karena pemakaiannya.
3.      Kecuali ditentukan lain, seorang pemakai tidak diperbolehkan untuk menyerahkan atau menyewakan haknya tersebut kepada orang lain.
Ketentuan lain diatur dalam pasal 823 dan pasal 827 KUH Perdata, yaitu:
Pasal 823: “Pemakai tidak diperbolehkan menyerahkan atau menyewakan haknya kepada orang lain”.
Pasal 827: “Hak mendiami tidak boleh diserahkan atau disewakan kepada orang lain”.
Hak pakai ini sebetulnya sama dengan hak mendiami. Hak pakai ini hanya diperuntukkan terbatas pada diri si pemakai dan keluarganya (keluarga dalam rumah tangga).
Dengan demikian secara umum, dari penjelasan yang diberikan di atas dapat ditarik kesimpulan sederhana, bahwa:
1)      Hak kebendaan adalah hak yang diberikan oleh undang-undang. Orang tidak boleh atau tidak dapat menciptakan hak-hak kebendaan lain, selain yang telah ditentukan oleh undang-undang.
2)      Hak kebendaan yang bersumber pada hukum kebendaan bersifat memaksa tidaklah dapat dikesampingkan oleh siapapun juga. Hak kebendaan mengikat semua orang.
3)      Hak kebendaan adalah suatu droit de suite, yang berarti hak kebendaan senantiasa mengikuti bendanya kemanapun benda tersebut beralih atau dialihkan.
4)      Hak kebendaan yang paling luas adalah hak milik.
5)      Hak milik yang dimiliki oleh seseorang atas kebendaan tertentu memberikan kepadanya hak untuk memberikan hak-hak kebendaan lain diatasnya, baik yang bersifat umum, maupun yang bersifat terbatas (Jura in re aliena).
6)      Terhadap benda bergerak hak menguasai atau pemegang kedudukan memiliki hak yang sama dengan seseorang pemegang hak milik (Pasal 1977 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
7)      Terhadap kebendaan bergerak, pemberian hak kebendaan (baik yang umum maupun yang terbatas) dalam bentuk jura in re aliena harus dilakukan dengan penyerahan kebendaan yang bergerak.
8)      Terhadap benda tidak bergerak, seseorang pemegang kedudukan berkuasa hanya memperoleh hak untuk menikmati benda tidak bergerak tersebut semata-mata (hak kebendaan secara terbatas), hingga ia dimungkinkan untuk melalui daluwarsa menjadi pemilik dari benda tersebut.
9)       Bagi kebendaan tidak bergerak, pemberian hak kebendaan (baik secara umum maupun yang terbatas) dalam bentuk jura ini aliena harus dilakukan dengan pendaftaran dan pengumuman akan pemberian hak tersebut.
Hak-hak kebendaan yang bersifat umum, yang merupakan pemberian hak lebih lanjut dan hak milik tersebut memungkinkan pemegang hak kebendaanya untuk menikmati, menyerahkan, atau mengalihkan dan membebani kembali hak kebendaan tersebut dengan hak kebendaan yang bersifat terbatas (hak pakai hasil), hak numpang karang menurut undang-undang, hak usaha menurut undang-undang.[10]

  



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Istilah benda merupakan terjemah dari bahasa belanda (Zaak), benda dalam arti ilmu pengetahuan hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hukum, yaitu sebagai lawan dari objek hukum.
Pengertian Benda menurud Pasal 499 B.W (zaak) yaitu segala sesuatu  yang  dapat dihaki oleh orang atau dapat menjadi hak milik . Disini benda berarti objek sebagai  lawan  dari subjek atau “ orang” dalam  hukum.
Macam-macam Benda
1.      Benda tidak bergerak dan bergerak
2.      Benda yang Musna dan benda yang tetap ada
3.      Benda yang dapat diganti dan tidak dapat diganti
4.      Benda yang dapat dibagai dan tidak dapat dibagi
5.      Benda yang diperdagangkan dan tidak diperdagangkan
6.       Benda yang terdaftar dan tidak tidak terdaftar
Perbedaan Sistem Hukum Benda Dan Sistem Hukum Perikatan
Sistem Hukum Benda
1.      Mengatur seseorang dengan benda
2.      Zakelijk recht
3.      Bersifat absolut
4.      “sistem tertutup”
            Jumlah hak-hak kebendaan adalah terbatas pada apa yang hanya termuat dalam Buku II BW bersifat memaksa (dwingend recht)
Sistem Hukum  Perikatan
1.      Mengatur seseorang dengan orang lain
2.      Persoonlijk recht
3.      Sifatnya nisbi
4.      “sistem terbuka”
            Kedudukan rangkaian pasal-pasal dalam hukum perikatan hanyalah bersifat mengatur atau hanya sebagai hukum pelengkap saja (aanvullende recht)
Pembedaan Hak Kebendaan: Hak Kebendaan Yang Bersifat Memberi Kenikmatan
1.      Bezit
Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri, yang oleh hukum dilindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.
2.      Hak milik (Hak Eigendom)
Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda
3.      Hak memungut hasil (Vruchtgebruik)
Vruchtgebruik adalah suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan dari suatu benda orang lain, seolah-olah benda itu kepunyaannya sendiri, dengan kewajiban menjaga supaya benda tersebut tetap dalam keadaannya semula (pasal 756 B.W.).
4.      Hak pakai dan hak mendiami
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah. (Undang-Undang No. 5 Tahun 1960).[11]
B.     Saran 
Kami berharap dalam penulisan makalah ini bisa menambah wawasan kita semua khususnya dalam Hukum Benda (Zaak) Adapun kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan penulisan makalah untuk selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Subekti, S.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa), 2003.
Triwulan Tutik Titik, Hukum Perdata Dala Sistem Hukum  Nasional, ( Jakarta : Kancana),2008.
R.Tjitrosubibio, Kitab Undang-undang  Hukum Prdata , Jakarta:Pradnya Pramita,2004
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia,2011, Jakarta: Raja Wali Press
Sumber Lain:





[1] Titik triwulan tutik, Hukum Perdata Dala Sistem Hukum  Nasional, 2008, ( Jakarta : Kancana) ,Hlm.142-143
[2] Prof. Subekti, S.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata,2003, (Jakarta: Intermasa), Hlm. 60
[3] R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia,2011, (Jakarta: Raja Wali Press), Hlm,160
[5] Ibid,Titik triwulan tutik, ,Hlm.149-151
[6] R.Tjitrosubibio,Kitab Undang-undang  Hukum Prdata,2004, Jakarta:Pradnya Pramita, Hlm,172
[7] Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hlm. 62-74
[8] Ibid., hlm. 76-77
[9] Ibid., hlm. 94
[10] [10] Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hlm. 62-74
[10] Ibid., hlm. 76-77
[10] Ibid., hlm. 94

[11] Ibid., hlm. 94
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

Assalamualaikum Wr. Wb. 🙏🏻 Salam Creative 🌹 Undangan Terbuka Untuk seluruh Keluarga UKM triple-C dalam agenda Study Club nanti mal...

PROFIL FKIS

SAIFUL IHWAN. Powered by Blogger.

Cari Makalah FKis

WAWAN JR

WAWAN JR
Mahasiswa Hukum Bisnis Syariah di Kampus Universitas Trunojoyo Madura

Postingan Populer

Postingan Favorit

Blog Archive