Hukum Bisnis Syariah

Tuesday, 29 May 2018

PERJANJIAN MURABAHAH


PERJANJIAN MURABAHAH
Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
 Legal dan Contract Drafting
Dosen Pengampu: Achmad Badarus Syamsi, S.HI., M.H.


Disusun oleh (kelompok 11):
Dewi Mariyatul Qibtiyah        (150711100086)
Jaelany Muhtadi                      (150711100062)
M. Yusron Ainin Najib           (150711100010)
Saiful Ihwan                           (150711100003)

PROGRAM STUDI HUKUM BISNIS SYARI’AH
JURUSAN ILMU KEISLAMAN
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb
Segala puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Legal dan Contract Drafting mengenai Perjanjian Murabahah.
Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih pada teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan motivasi, baik berupa pendapat, motivasi dan hal-hal lainnya dalam rangka pembuatan makalah ini.
Kami sangat menyadari tidak ada manusia yang sempurna, begitu juga dalam penulisan makalah ini, apabila terdapat kekurangan, kesalahan dalam makalah ini kami selaku penulis sangat berharap kepada seluruh pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua baik dari kami selaku penulis dan para pembaca.
Wassalamu’alaikum wr. wb


Bangkalan, 19 Mei 2018


                                                                                                        Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Jual beli adalah salah satu macam akad yang ada dalam bidang muamalah. Sedangkan murabahah sendiri merupakan salah satu bentuk dari akad  jual beli itu sendiri. Murabahah tidak kalah beda dengan jual beli biasanya. Yang membedakan hanyalah dari segi rukun, yaitu pada objek jual beli murabahah. Dimana objek dalam jual beli yang biasanya hanya berupa barang dan tsaman (harga), akan tetapi untuk jual beli murabahah ini ditambah dengan ribh (keuntungan/profit) yang disebutkan pada saat akad.  
Dalam mengadakan kontrak/perjanjian baik berupa pengajuan pembiayaan atau yang lain yang menggunakan akad murabahah, maka persyaratannya adalah bahwa pihak yang mengajukan pembiayaan harus bersedia membayar dengan harga lebih yaitu merupakan harga beli ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati bersama.
Untuk itulah dalam hal ini kami akan memaparkan terkait perjanjian/kontrak jual beli murabahah meliputi definisi, dasar hukum murabahah dan juga unsur-unsur dalam perjanjian murabahah.

B.       Rumusan Masalah
      1.    Apa pengertian murabahah ?
     2.    Apa dasar hukum murabahah ?
     3.    Apa unsur-unsur murabahah ?

C.      Tujuan
1.  Mengetahui pengertian murabahah
2.  Mengetahui dasar hukum murabahah
3.  Mengetahui unsur-unsur murabahah



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Murabahah
Perjanjian murabahah secara hukum positif di atur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang memberikan definisi tentang murabahah dalam Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d tersebut bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.[1]
Dalam aplikasi bank syariah, bank merupakan penjual atas objek barang dan nasabah merupakan pembeli. Bank menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli barang dari supplier, kemudian menjualnya kepada supplier, kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan harga beli yang dilakukan oleh bank syariah. Pembayaran atas transaksi murabahah dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus pada saat jatuh tempo atau melakukan pembayaran angsuran selama jangka waktu yang disepakati.[2] 
Murabahah menurut Ashraf Usmani adalah jenis penjualan tertentu di mana penjual secara jelas menyebutkan biaya komoditas yang dijualnya dan menjualnya kepada orang lain dengan menambahkan beberapa keuntungan di atasnya. Jadi, murabahah bukanlah pinjaman yang diberikan bunga, tetapi penjual komoditas untuk uang tunai/ harga yang ditangguhkan.[3]
Dalam pengertian istilah syara’ terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama madzhab:
1.    Madzhab Malikiyah menjelaskan murabahah dengan jual beli di mana pemilik barang menyebutkan harga beli barang tersebut, kemudian ia mengambil keuntungan dari pembeli secara sekaligus mengatakan, “saya membelinya dengan harga sepuluh dinar dan anda berikan keuntungan kepadaku sebesar satu dinar atau dua dinar”. Atau merincinya dengan mengatakan, “Anda berikan keuntungan sebesar satu dirham persatu dinarnya”. Atau bisa juga ditentukan dengan ukuran tertentu maupun dengan menggunakan presentase.
2.    Madzhab hanafiyah mendefinisakan murabahah dengan perpindahan sesuatu yang dimiliki dengan akad awal dan harga awal disertai dengan tambahan keuntungan.
3.    Madzhab Syafi’iyyah dan Hanabilah, murabahah adalah jual beli dengan harga pokok atau harga perolehan penjual ditambah keuntungan satu dirham pada setiap sepuluh dinar. Atau semisalnya, dengan syarat kedua belah pihak yang bertransaksi mengetahui harga pokok.[4]

B.       Dasar Hukum Murabahah
Perjanjian  murabahah diatur  dalam  Pasal  1457  sampai  dengan  Pasal  1540 KUH  Perdata.  Murabahah  merupakan  akad  yang  dibolehkan  berdasarkan Alquran,  Sunnah,  dan  Ijma’.  Dilihat  dari  aspek  hukum,  murabahah hukumnya  mubah  kecuali  murabahah  yang  dilarang  oleh  syara’.  Adapun  dasar hukum dari murabahah antara lain:
1.    Alquran
QS. Al-Baqarah ayat : 275
واحل الله البيع وحرم الربوا
     Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
2.    Hadist
a.       Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasululah SAW bersabda: “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah)
b.      Perdamaian yang dapat dilakukan antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
3.    Kaidah Fiqih
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”[5]
4.    Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008
Dalam Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d yang di maksud dengan murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan mengaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
5.     Fatwa-fatwa DSN MUI tentang Murabahah
a.       Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
b.      Fatwa DSN-MUI No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka dalam Murabahah.
c.       Fatwa DSN-MUI No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah.
d.      Fatwa DSN-MUI No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan dalam Murabahah.
e.       Fatwa DSN-MUI No. 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah (Khashm Fi al-Murabahah).
f.       Fatwa DSN-MUI No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar.
g.      Fatwa DSN-MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah.
h.      Fatwa DSN-MUI No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah.




C.      Unsur-Unsur Murabahah
Rukun atau bisa disebut unsur dalam murabahah merupakan komponen yang mutlak harus ada (inheren) dalam jual beli dengan prinsip murabahah, yaitu terdiri dari para pihak yang berakad; objek akad yaitu mabi’, tsaman (harga) dan ribh (keuntungan/profit); ijab dan qabul; serta tujuan akad. Itu semua adalah unsur yang harus ada dalam perjanjian jual beli murabahah.
1.      Al-muta'aqidain/Al'aqidain (pihak- pihak yang berakad)
Ijab dan qabul tidak mungkin terwujud tanpa adanya pihak-pihak yang melakukan akad. Pihak-pihak tersebut dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum. Dalam perjanjian jual beli dengan prinsip murabahah pihak-pihak terdiri dari penjual (bank syariah), pembeli (nasabah), dan supplier. Pembeli (nasabah) dikatakan mampu berbuat karena sudah dewasa (baligh) dan sehat akal (aqil). Sedangkan penjual dalam perjanjian jual beli ini adalah bank syariah yang merupakan badan hukum sebagai persekutuan (syirkah) yang mampu berbuat karena status pendiriannya sah menurut hukum yang diwakili pengurusnya.  Sedangkan supplier itu sendiri adalah orang atau badan hukum yang menyediakan barang sesuai permintaan nasabah. Supplier menjual barangnya kepada bank syariah, kemudian bank syariah akan menjual barang tersebut kepada nasabah. Menurut fatwa dewan syariah nasional bank syariah dan nasabah harus melakukann akad murabahah yang bebas riba.
2.      Mahal al-'Aqd (objek akad)
Yaitu barang yang diperjualbelikan, harga, dan juga keuntungannya. Barang yang diperjualbelikan sudah pasti tidak dilarang dalam syariat Islam dan tidak mengandung unsur MAGHRIB (maisir, gharar, dan riba) didalamnya. Harga (tsaman) merupakan unsur terpenting dalam jual beli karena merupakan suatu nilai tukar dari barang yang akan atau sudah dijual. Sedangkan keuntungan dalam jual beli murabahah ini harus disebutkan saat terjadinya akad sesuai kesepakan kedua pihak.


Agar suatu akad dapat dipandang sah objeknya memerlukan syarat sebagai berikut :
a.       Telah ada pada waktu akad diadakaan
Barang yang belum ada tidak dapat dijadikan obyek akad sebab hukum dan akibat akad tidak mungkin bergantung pada sesuatu yang belum ada.
b.      Dibolehkan oleh syara’/nash
Artinya dalam akad jual beli murabahah barang yang diperjualbelikan harus merupakan benda bernilai bagi pihak-pihak yang mengadakan akad jual beli murabahah, barang tersebut harus halal dan bersih dari najis dan maksiat.
c.       Dapat ditentukan dan diketahui ketidakjelasan objek akad
Sangat mudah menimbulkan sengketa di kemudian hari karena tidak memenuhi syarat menjadi objek akad. Dalam jual beli dengan prinsip murabahah bank syariah membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, ini berarti bahwa objek akad dapat ditentukan dan diketahui jenisnya.
d.      Dapat diserahkan pada waktu akad terjadi
Maksudnya adalah pada saat yang telah ditentukan dalam akad, obyek akad dapat diserahkan karena memang benar-benar ada di bawah kekuasaannya yang sah pihak yang bersangkutan. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah disebutkan bahwa jika bank syariah hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. lni berarti bahwa objek akad benar-benar ada dibawah kekuasaan yang sah pihak yang bersangkutan yaitu pihak bank syariah.
Wahbah Az-Zuhaili mengatakan bahwa dalam jual beli murabahah itu disyaratkan beberapa hal, yaitu:
a.       Mengetahui harga pokok dalam jual beli murabahah
Disyaratkan agar pembeli mengetahui harga pokok atau harga asal, karena mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli.
b.      Mengetahui keuntungan
Hendaknya margin keuntungan juga diketahui oleh pembeli, karena margin keuntungan tersebut termasuk bagian dari harga, sedangkan mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli.
c.       Harga pokok merupakan sesuatu yang dapat diukur, dihitung dan ditimbang, baik pada waktu terjadi jual beli dengan penjual dengan penjual yang pertama atau setelahnya.
3.     Maudhu'ul Aqd (tujuan akad)
Dalam jual beli murabahah tujuannya sama seperti jual beli biasanya yaitu berupa pemindahan hak milik dari suatu barang dengan imbalan tertentu yaitu berupa pembayaran harga.
4.     Shighat al-Aqd (pernyataan saling mengikatkan diri)
Yaitu dengan cara misalnya kedua pihak hadir dalam pembuatan akad, persesuaian antara ijab dan qabul yang menyatakan kehendak para pihak secara pasti dan mantap. Ijab qabul ini sangat penting karena merupakan pernyataan isi perjanjian yang diinginkan kedua belah pihak. Dalam ketentuan umum murabahah dalam bank syariah dijelaskan bahwa bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian. Misanya pembelian yang dilakukan secara hutang, kemudian bank juga harus memberitahu terkait harga pokok barang kepada nasabah dan biaya yang diperlukan. Semuanya itu dituangkan di dalam akad.[6]









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan definisi tentang murabahah dalam Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d tersebut, yang di maksud dengan murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan mengaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
2.      Dasar hukum murabahah adalah surah al-baqarah ayat 275, hadist riwayat ibnu majah dan hadist riwayat tirmidzi, kaidah fiqih, Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008, Fatwa-fatwa DSN MUI tentang Murabahah yaitu Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah; Fatwa DSN-MUI No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka dalam Murabahah; Fatwa DSN-MUI No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah.  
3.      Unsur-unsur murabahah adalah Al-muta'aqidain/Al'aqidain (pihak- pihak yang berakad), Mahal al-'Aqd (objek akad), Maudhu'ul Aqd (tujuan akad), dan Shighat al-Aqd (pernyataan saling mengikatkan diri).












DAFTAR PUSTAKA

Antonio Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insanii Press.
Justisia, Fiat. 2014. Jurnal  Ilmu Hukum Volume 8 No. 3.
Remi Sjahdeini Sutan. 2015. Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya. Jakarta: Prenadamedia Group.     
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 te ntang Perbankan Syariah.






[1]Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
[2]Drs. Ismai, MBA., Ak. Perbankan Syariah, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2011), hlm. 138-139.
[3]Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 193.
[4]Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 3, Juli-September 2014, hlm. 520.
[5]Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insanii Press, 2001), hlm. 102.

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

Assalamualaikum Wr. Wb. 🙏🏻 Salam Creative 🌹 Undangan Terbuka Untuk seluruh Keluarga UKM triple-C dalam agenda Study Club nanti mal...

PROFIL FKIS

SAIFUL IHWAN. Powered by Blogger.

Cari Makalah FKis

WAWAN JR

WAWAN JR
Mahasiswa Hukum Bisnis Syariah di Kampus Universitas Trunojoyo Madura

Postingan Populer

Postingan Favorit

Blog Archive