PERJANJIAN
MURABAHAH
Makalah
ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Legal dan Contract Drafting
Dosen
Pengampu: Achmad Badarus Syamsi, S.HI., M.H.
Disusun oleh (kelompok 11):
Dewi Mariyatul Qibtiyah (150711100086)
Jaelany Muhtadi (150711100062)
M. Yusron Ainin Najib (150711100010)
Saiful Ihwan (150711100003)
PROGRAM STUDI HUKUM BISNIS SYARI’AH
JURUSAN
ILMU KEISLAMAN
FAKULTAS
KEISLAMAN
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb
Segala puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah kami untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Legal
dan Contract Drafting mengenai Perjanjian Murabahah.
Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Kami juga
ingin mengucapkan terima kasih pada teman-teman seperjuangan yang selalu
memberikan motivasi, baik berupa pendapat, motivasi dan hal-hal lainnya dalam
rangka pembuatan makalah ini.
Kami sangat menyadari tidak ada manusia yang sempurna, begitu juga
dalam penulisan makalah ini, apabila terdapat kekurangan, kesalahan dalam
makalah ini kami selaku penulis sangat berharap kepada seluruh pihak agar dapat
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua baik dari kami
selaku penulis dan para pembaca.
Wassalamu’alaikum
wr. wb
Bangkalan, 19
Mei 2018
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jual beli
adalah salah satu macam akad yang ada dalam bidang muamalah. Sedangkan murabahah
sendiri merupakan salah satu bentuk dari akad
jual beli itu sendiri. Murabahah tidak kalah beda dengan jual beli
biasanya. Yang membedakan hanyalah dari segi rukun, yaitu pada objek jual beli
murabahah. Dimana objek dalam jual beli yang biasanya hanya berupa barang dan tsaman (harga), akan tetapi untuk jual
beli murabahah ini ditambah dengan ribh (keuntungan/profit)
yang disebutkan pada saat akad.
Dalam
mengadakan kontrak/perjanjian baik berupa pengajuan pembiayaan atau yang lain
yang menggunakan akad murabahah, maka persyaratannya adalah bahwa pihak yang
mengajukan pembiayaan harus bersedia membayar dengan harga lebih yaitu
merupakan harga beli ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati bersama.
Untuk
itulah dalam hal ini kami akan memaparkan terkait perjanjian/kontrak jual beli
murabahah meliputi definisi, dasar hukum murabahah dan juga unsur-unsur dalam
perjanjian murabahah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian murabahah
?
2.
Apa dasar hukum
murabahah ?
3.
Apa unsur-unsur
murabahah ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui pengertian murabahah
2. Mengetahui dasar hukum murabahah
3. Mengetahui unsur-unsur murabahah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Murabahah
Perjanjian murabahah secara hukum positif di atur dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang memberikan
definisi tentang murabahah dalam Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d tersebut
bahwa yang dimaksud dengan murabahah
adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada
pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang
disepakati.[1]
Dalam aplikasi bank
syariah, bank merupakan penjual atas objek barang dan nasabah merupakan
pembeli. Bank menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli
barang dari supplier, kemudian menjualnya kepada supplier, kemudian menjualnya
kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan harga beli yang
dilakukan oleh bank syariah. Pembayaran atas transaksi murabahah dapat
dilakukan dengan cara membayar sekaligus pada saat jatuh tempo atau melakukan
pembayaran angsuran selama jangka waktu yang disepakati.[2]
Murabahah menurut Ashraf Usmani adalah jenis penjualan tertentu di
mana penjual secara jelas menyebutkan biaya komoditas yang dijualnya dan
menjualnya kepada orang lain dengan menambahkan beberapa keuntungan di atasnya.
Jadi, murabahah bukanlah pinjaman yang diberikan bunga, tetapi penjual
komoditas untuk uang tunai/ harga yang ditangguhkan.[3]
Dalam pengertian istilah syara’ terdapat beberapa definisi yang
dikemukakan oleh ulama madzhab:
1.
Madzhab
Malikiyah menjelaskan murabahah dengan jual beli di mana pemilik barang
menyebutkan harga beli barang tersebut, kemudian ia mengambil keuntungan dari
pembeli secara sekaligus mengatakan, “saya membelinya dengan harga sepuluh
dinar dan anda berikan keuntungan kepadaku sebesar satu dinar atau dua dinar”.
Atau merincinya dengan mengatakan, “Anda berikan keuntungan sebesar satu dirham
persatu dinarnya”. Atau bisa juga ditentukan dengan ukuran tertentu maupun
dengan menggunakan presentase.
2.
Madzhab hanafiyah
mendefinisakan murabahah dengan perpindahan sesuatu yang dimiliki dengan akad
awal dan harga awal disertai dengan tambahan keuntungan.
3.
Madzhab
Syafi’iyyah dan Hanabilah, murabahah adalah jual beli dengan harga pokok atau
harga perolehan penjual ditambah keuntungan satu dirham pada setiap sepuluh
dinar. Atau semisalnya, dengan syarat kedua belah pihak yang bertransaksi
mengetahui harga pokok.[4]
B.
Dasar Hukum
Murabahah
Perjanjian murabahah diatur dalam
Pasal 1457 sampai
dengan Pasal 1540 KUH
Perdata. Murabahah merupakan
akad yang dibolehkan
berdasarkan Alquran, Sunnah, dan
Ijma’. Dilihat dari
aspek hukum, murabahah hukumnya mubah
kecuali murabahah yang
dilarang oleh syara’.
Adapun dasar hukum dari murabahah
antara lain:
1.
Alquran
QS.
Al-Baqarah ayat : 275
واحل الله
البيع وحرم الربوا
“Padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
2.
Hadist
a.
Dari Suhaib
ar-Rumi r.a. bahwa Rasululah SAW bersabda: “Tiga hal yang didalamnya terdapat
keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah)
b.
Perdamaian yang
dapat dilakukan antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
3.
Kaidah Fiqih
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”[5]
4.
Undang-Undang
Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008
Dalam
Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d yang di maksud dengan murabahah adalah
akad pembiayaan suatu barang dengan mengaskan harga belinya kepada pembeli dan
pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
5.
Fatwa-fatwa DSN MUI tentang Murabahah
a.
Fatwa DSN-MUI
No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
b.
Fatwa DSN-MUI
No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka dalam Murabahah.
c.
Fatwa DSN-MUI
No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah.
d.
Fatwa DSN-MUI
No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan dalam Murabahah.
e.
Fatwa DSN-MUI
No. 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah (Khashm Fi al-Murabahah).
f.
Fatwa DSN-MUI
No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah
Tidak Mampu Membayar.
g.
Fatwa DSN-MUI
No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah.
h.
Fatwa DSN-MUI
No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah.
C.
Unsur-Unsur
Murabahah
Rukun
atau bisa disebut unsur dalam murabahah merupakan komponen yang mutlak harus
ada (inheren) dalam jual beli dengan
prinsip murabahah, yaitu terdiri dari para pihak yang berakad; objek akad yaitu
mabi’, tsaman (harga) dan ribh (keuntungan/profit); ijab dan qabul;
serta tujuan akad.
Itu semua adalah unsur yang harus ada dalam perjanjian jual beli murabahah.
1.
Al-muta'aqidain/Al'aqidain
(pihak- pihak yang berakad)
Ijab
dan qabul tidak mungkin terwujud tanpa adanya pihak-pihak yang melakukan akad.
Pihak-pihak tersebut dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum. Dalam
perjanjian jual beli dengan prinsip murabahah pihak-pihak terdiri dari penjual
(bank syariah), pembeli (nasabah), dan supplier. Pembeli (nasabah) dikatakan
mampu berbuat karena sudah dewasa (baligh) dan sehat akal (aqil). Sedangkan penjual
dalam perjanjian jual beli ini adalah bank syariah yang merupakan badan hukum
sebagai persekutuan (syirkah) yang mampu berbuat karena status pendiriannya sah
menurut hukum yang diwakili pengurusnya. Sedangkan supplier itu sendiri adalah orang
atau badan hukum yang menyediakan barang sesuai permintaan nasabah. Supplier
menjual barangnya kepada bank syariah, kemudian bank syariah akan menjual
barang tersebut kepada nasabah. Menurut fatwa dewan syariah nasional bank
syariah dan nasabah harus melakukann akad murabahah yang bebas riba.
2. Mahal al-'Aqd
(objek akad)
Yaitu barang yang diperjualbelikan,
harga, dan juga keuntungannya. Barang yang diperjualbelikan sudah pasti tidak
dilarang dalam syariat Islam dan tidak mengandung unsur MAGHRIB (maisir,
gharar, dan riba) didalamnya. Harga (tsaman)
merupakan unsur terpenting dalam jual beli karena merupakan suatu nilai tukar
dari barang yang akan atau sudah dijual. Sedangkan keuntungan dalam jual beli
murabahah ini harus disebutkan saat terjadinya akad sesuai kesepakan kedua
pihak.
Agar suatu akad dapat dipandang sah
objeknya memerlukan syarat sebagai berikut :
a.
Telah ada pada waktu akad diadakaan
Barang
yang belum ada tidak dapat dijadikan obyek akad sebab hukum dan akibat akad
tidak mungkin bergantung pada sesuatu yang belum ada.
b.
Dibolehkan oleh syara’/nash
Artinya
dalam akad jual beli murabahah barang yang diperjualbelikan harus merupakan
benda bernilai bagi pihak-pihak yang mengadakan akad jual beli murabahah, barang
tersebut harus halal dan bersih dari najis dan maksiat.
c. Dapat
ditentukan dan diketahui ketidakjelasan objek akad
Sangat
mudah menimbulkan sengketa di kemudian hari karena tidak memenuhi syarat
menjadi objek akad. Dalam jual beli dengan prinsip murabahah bank syariah membiayai
sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya, ini berarti bahwa objek akad dapat ditentukan dan diketahui
jenisnya.
d. Dapat
diserahkan pada waktu akad terjadi
Maksudnya
adalah pada saat yang telah ditentukan dalam akad, obyek akad dapat diserahkan
karena memang benar-benar ada di bawah kekuasaannya yang sah pihak yang
bersangkutan. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah disebutkan bahwa jika
bank syariah hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip
menjadi milik bank. lni berarti bahwa objek akad benar-benar ada dibawah
kekuasaan yang sah pihak yang bersangkutan yaitu pihak bank syariah.
Wahbah
Az-Zuhaili mengatakan bahwa dalam jual beli murabahah itu disyaratkan beberapa
hal, yaitu:
a. Mengetahui
harga pokok dalam jual beli murabahah
Disyaratkan
agar pembeli mengetahui harga pokok atau harga asal, karena mengetahui harga
merupakan syarat sah jual beli.
b. Mengetahui
keuntungan
Hendaknya
margin keuntungan juga diketahui oleh pembeli, karena margin keuntungan tersebut
termasuk bagian dari harga, sedangkan mengetahui harga merupakan syarat sah
jual beli.
c. Harga
pokok merupakan sesuatu yang dapat diukur, dihitung dan ditimbang, baik pada
waktu terjadi jual beli dengan penjual dengan penjual yang pertama atau setelahnya.
3.
Maudhu'ul Aqd
(tujuan akad)
Dalam
jual beli murabahah tujuannya sama seperti jual beli biasanya yaitu berupa pemindahan
hak milik dari suatu barang dengan imbalan tertentu yaitu berupa pembayaran
harga.
4.
Shighat al-Aqd
(pernyataan saling mengikatkan diri)
Yaitu
dengan cara misalnya kedua pihak hadir dalam pembuatan akad, persesuaian antara
ijab dan qabul yang menyatakan kehendak para pihak secara pasti dan mantap.
Ijab qabul ini sangat penting karena merupakan pernyataan isi perjanjian yang
diinginkan kedua belah pihak. Dalam ketentuan umum murabahah dalam bank syariah
dijelaskan bahwa bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian. Misanya pembelian yang dilakukan secara hutang, kemudian bank juga
harus memberitahu terkait harga pokok barang kepada nasabah dan biaya yang diperlukan.
Semuanya itu dituangkan di dalam akad.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
memberikan definisi tentang murabahah dalam Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf
d tersebut, yang di maksud dengan murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang
dengan mengaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan
harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
2. Dasar hukum
murabahah adalah surah al-baqarah ayat 275, hadist riwayat ibnu majah dan hadist
riwayat tirmidzi, kaidah fiqih, Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun
2008, Fatwa-fatwa DSN MUI tentang Murabahah yaitu Fatwa DSN-MUI No.
04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah; Fatwa DSN-MUI No. 13/DSN-MUI/IX/2000
tentang Uang Muka dalam Murabahah; Fatwa DSN-MUI No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang
Diskon dalam Murabahah.
3. Unsur-unsur murabahah adalah Al-muta'aqidain/Al'aqidain
(pihak- pihak yang berakad), Mahal al-'Aqd
(objek akad), Maudhu'ul Aqd (tujuan
akad), dan Shighat al-Aqd (pernyataan
saling mengikatkan diri).
DAFTAR PUSTAKA
Antonio Muhammad Syafi’i. 2001. Bank
Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insanii Press.
Justisia,
Fiat. 2014. Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 3.
Remi Sjahdeini Sutan. 2015. Perbankan
Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya. Jakarta: Prenadamedia
Group.
Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 te ntang Perbankan Syariah.
[3]Sutan Remi
Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 193.
[4]Fiat Justisia Jurnal
Ilmu Hukum Volume 8 No. 3, Juli-September 2014, hlm. 520.
[5]Muhammad
Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insanii Press, 2001), hlm. 102.
0 komentar:
Post a Comment