Makalah Ini
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Investasi dan Pasar Modal
Syariah
“Resiko Menanam
Modal (Country Risk), Birokrasi, Transparansi dan Kepastian Hukum, Aspek
Ketenagakerjaan dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif”
DOSEN
PENGAMPU
Achmad Badarus Syamsi,
S.HI., M.H
DISUSUN OLEH:
1. Rudi Hartono :150711100033
2. Luluk Mukhoyyaroh :150711100065
3. Reza Putri Cahyani :150711100084
HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala
puja dan puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami untuk memenuhi tugas Hukum Investasi dan Pasar Modal
Syariah mengenai.
Pada kesempatan ini, kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih pada
teman-teman seperjuangan yang juga selalu memberikan motivasi, baik berupa
sharing pendapat, motivasi dan hal-hal lainnya dalam rangka pembuatan makalah
ini.
Kami sangat menyadari tidak ada
manusia yang sempurna begitu juga dalam penulisan makalah ini, apabila nantinya
terdapat kekurangan, kesalahan dalam makalah ini, kami selaku penulis sangat
berharap kepada seluruh pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua baik dari kami selaku penulis dan para pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Bangkalan,
17 September 2017
Penulis
DAFTAR ISI
E.
Jaminan dan Perlindungan Investasi....................................................................
F.
Aspek Ketenagakerjaan.........................................................................................
G. Ketersediaan
Infrastruktur dan Sumber Daya Alam.............................................
H.
Intensif Perpajakan dan Akses Pasar....................................................................
I. Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif..................................................
A. Kesimpulan........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Investasi, khususnya investasi asing sampai saat ini merupakan
factor penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Harapan
masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk diwujudkan.
Factor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan
investor dalam menanamkan modalnya, antara lain: pertama faktor sumber daya
alam, kedua faktor sumber daya manusia, ketiga faktor stabilitas politik dan
perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha, keempat factor kebijakan
pemerintah, kelima factor kemudahan dalam perizinan
B.
Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana
Resiko Menanam Modal (Country Risk)?
b.
Bagaimana
Birokrasi dalam Penanaman Modal?
c.
Bagaimana
Transparansi dan Kepastian Hukum dalam Penanaman Modal?
d.
Bagaimana
Alih Teknologi dalam Penanaman Modal?
e.
Apa Jaminan
dan Perlindungan Investasi?
f.
Bagaimana
Aspek Ketenagakerjaan dalam Penanaman Modal?
g.
Bagaimana
Ketersediaan Infrastruktur dan Sumber Daya Alam dalam Penanaman Modal?
h.
Bagaimana
Intensif Perpajakan dan Akses Pasar dalam Penanaman Modal?
i.
Bagaimana
Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif dalam Penanaman Modal?
C.
Tujuan
Masalah
a.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Resiko Menanam Modal (Country Risk)
b.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Birokrasi dalam Penanaman Modal
c.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Transparansi dan Kepastian Hukum dalam Penanaman Modal
d.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Alih Teknologi dalam Penanaman Modal
e.
Untuk
Mengetahui Apa Jaminan dan Perlindungan Investasi
f.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Aspek Ketenagakerjaan dalam Penanaman Modal
g.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Ketersediaan Infrastruktur dan Sumber Daya Alam dalam
Penanaman Modal
h.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Intensif Perpajakan dan Akses Pasar dalam Penanaman Modal
i.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif dalam Penanaman Modal
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Resiko
Menanam Modal (Country Risk)
Semua jenis kegiatan bisnis mempunyai
tingkat risiko tertentu. Pada saat melewati batas-batas negara maka
konsekuensinya adalah tambahan risiko. Dan risiko inilah yang disebut dengan
risiko negara (Country Risk). Ada enam pemeringkatan risiko negara yang
dilakukan oleh berbagai lembaga di dunia, di antaranya adalah:
1. Risiko Ekonomis
(Economic Risk)
Risiko ekonomis merupakan besaran
yang signifikan di dalam laju pertumbuhan ekonomi yang menghasilkan perubahan
utama dari pengembalian investasi. Risiko ini bisa meningkat karena adanya
kebijakan yang keliru dalam kebijakan dasar ekonomi seperti kebijakan fiskal,
moneter, distribusi kesejahteraan dan lain sebagainya. Risiko ekonomis sering
overlap dengan risiko politis dalam beberapa sistem pengukuran risiko negara
untuk investasi karena kedua-duanya berhubungan dengan kebijakan pemerintah.
Risiko ekonomis mengukur besaran tradisional semacam kebijakan fiskal dan moneter seperti yang menyangkut besar dan
komposisi anggaran belanja negara, kebijakan pajak, situasi hutang pemerintah
dan kedewasaan kebijakan moneter dan finansial itu sendiri.
2. Risiko Transfer
(Transfer Risk)
Risiko transfer timbul akibat dari
keputusan yang diambil oleh pemerintah asing untuk mebatasi perpindahan modal.
Hal tersebut dapat menimbulkan kesulitan dalam pengembalian keuntungan,
dividen, dan modal. Karena sebuah pemerintah dapat mengubah perpindahan modal
setiap waktu, maka risiko transfer diterapkan dalam semua jenis investasi.
Risiko transfer biasanya dianalisis sebagai sebuah fungsi dari kemampuan negara
untuk menuai mata uang asing. Implikasi dari pengukuran ini adalah bahwa
kesulitan menuai mata uang asing akan meningkatkan kemungkinan negara
menerapkan beberapa bentuk control terhadap modal yang ditanam. Perhitungan
secara kuantitatif dari risiko ini sukar dilakukan karena keputusan untuk
membatasi modal mungkin merupakan murni respon dari problem yang lain.
3. Risiko Nilai Tukar
(Exchange Rate Risk)
Risiko nilai tukar menyangkut perubahan
nilai tukar yang tidak diharapkan misalnya semacam perubahan dari sistem nilai
tukar tetap menjadi nilai tukar mengambang. Para pengembang teori ekonomi
memberikan panduan bahwa analisis terhadap risiko nilai tukar ini dilakukan
dalam periode waktu yang lebih panjang (lebih dari dua tahun).
4. Risiko Lokasi
(Location or Neighborhood Risk)
Risiko lokasi menyangkut di dalamnya
efek ikutan yang disebabkan oleh persoalan di dalam sebuah kawasan, dalam
rekanan dagang negara, atau di dalam negara-negara yang memiliki karakteristik
yang serupa. Karakteristik Negara yang serupa memiliki kecenderungan untuk
menularkan risiko seperti Negara-negara Latin di tahun 1980-an dan Negara-negara Asia di tahun 1997-1998. Risiko
ini merupakan salah satu besaran yang sulit untuk diukur.
5. Risiko Pemerintah
yang Berkuasa (Sovereign Risk)
Risiko pemerintah yang berkuasa
menyangkut tentang apakah sebuah pemerintahan bersedia atau mampu membayar
hutang-hutangnya atau justru cenderung ingin ngemplang hutang tersebut. Risiko pemerintahan yang berkuasa
berkaitan erat dengan risiko transfer seperti misalnya sebuah pemerintahan yang
kehabisan dana akibat pengembangan yang tidak tepat dalam sistem pembayarannya.
Risiko ini juga berkaitan dengan risiko politik dalam hal pemerintah memutuskan
tidak menghormati komitmen yang sudah disepakati karena alas an politis.
6. Risiko Politik
(Political Risk)
Risiko politik berkaitan dengan risiko
akibat perubahan institusi politik yang menyangkut kontrol pemerintah dan
faktor-faktor non ekonomis. Kategori risiko ini menyangkut potensi-potensi
konflik internal dan eksternal, hubungan antara berbagai kelompok di dalam
sebuah negara, proses pengambilan keputusan dalam pemerintahan, dan sejarah
dari negara itu sendiri.
B.
Birokrasi
Birokrasi yang
terlalu panjang biasanya dapat menciptakan situasi yang kurang kondusif bagi
penanaman modal, sehingga dapat mengurungkan niat para pemodal untuk melakukan
investasi. Sebagai gambaran, salah satu keluhan yang sering dilontarkan oleh
para investor asing selama ini adalah begitu banyaknya jenis perizinan yang
harus diperoleh, yang secara langsung menjadikan membengkaknya initial cost yang
dikeluarkan sebelum perusahaan tersebut beroperasi. Upaya menyederhanakan
proses birokrasi (debirokratisasi) kiranya akan dapat menjadi salah satu faktor
yang mendorong para investor kembali menanamkan modalnya di Indonesia dan
langkah-langkah mengenai hal tersebut tampaknya sudah mulai dilakukan.
C.
Transparansi
dan Kepastian Hukum
Adanya
transparasi dalam proses dan tata cara penanaman modal akan menciptakan suatu
kepastian hukum serta menjadikan segala sesuatunya menjadi lebih mudah
diperkirakan, begitu juga sebaliknya tidak adanya kepastian hukum akan
membingungkan calon investor. Salah satu contoh dari permasalahan ini adalah
berubahnya daftar skala prioritas serta negative list di bidang
penanaman modal.
D.
Alih
Teknologi
Perkembangan
teknologi yang demikian pesat setelah zaman renaissance, yang disertai dengan
industrialisasi yang terjadi dimana-mana di belahan dunia ini ke dalam dua
kubu, yang pertama adalah kubu yang memiliki perkembangan teknologi yang
demikian pesat, yang biasanya disebut dengan Negara maju (Developed
Countries), dan kedua adalah kubu yang
dalam banyak hal disebut dengan Negara terbelakang (Under Developed atau
Developing Countries) atau yang sering disebut juga dengan Negara dunia
ketiga (Third World Countries)
Masalah alih
teknologi (transfer of technology) ini selanjutnya menjadi penting bagi
dunia ketiga, terutama dengan makin mengglobalnya dunia. Globalisasi dunia yang
terjadi setelah perang dunia kedua, yang berawal di Bretton Woods ini
telah menjadi cikal bakal dari lahirnya suatu organisasi dunia World Trade
Organization di tahun 1994[1].
Dalam bidang
investasi, alih teknologi dari suatu Negara ke Negara lain, umumnya dari Negara
maju maju ke berkembang dapat dilakukan dengan cara expertisi dan
bantuan teknologi. Keahlian dan bantuan dapat berupa:
a.
Studi
pre-investasi
b.
Basic
pre-ingeenering
c.
Spesifikasi
mesin-mesin
d.
Pemasangan
dan menjalankan mesin-mesin
e.
manajemen[2]
penanaman modal
asing diharapkan dapat mewujudkan alih teknologi dan peningkatan ilmu
pengetahuan. Kelemahan Negara berkembang dalam bidang teknologi akan sangat
mempengaruhi proses transformasi dari agraris menuju industrialisasi.
Untuk itulah
diperlukan adanya dana yang cukup untuk dialokasikan dalam pengembangan
teknologi. Bagi Indonesia, investasi asing mempunyai peranan yang sangat
penting dalam proses industrialisasi dan alih teknologi.
Pada sisi lain,
untuk meningkatkan pengembangan teknologi informasi, pemerintah Indonesia harus
mendatangkan investor asing yang bergerak dalam bidang teknologi informasi.
Investasi tersebut digunakan untuk mengurangi kesenjangan digital sesuai target
pemerintah.
Pengaturan alih
teknologi dalam hukum positif Indonesia yang mengatur tentang bidang investasi
jelas tercantum dalam:
1.
Undang-Undang
No. 6 Tahun 1967
Tentang penanaman modal dalam negeri secara jelas mengatur tentang
alih teknologi yang terjadi dengan cara importasi barang-barang modal termasuk
alat-alat dan perlengkapan perusahaan. Secara lengkap diatur dalam pasal 15:
“pengimporan barang-barang modal, termasuk peralatan dan perlengkapan
perusahaan yang diperlukan untuk usaha-usaha pembangunan baru dan rehabilitasi,
dalam bidang-bidang tersebut dalam pasal 9 ayat (1) dapat keringanan-keringanan
bea masuk”.
2.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007
Menyebutkan secara letter lijk tentang pengaturan alih teknologi
sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (2) huruf c, bahwasalah satu tujuan
penyelenggaraan penanaman modal adalah meningkatkan kapasitas dan kemampuan
teknologi nasional.
3.
Undang-Undang
No. 14 Tahun 2001
Dua hal penting berkaitan
dengan alih teknologi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2001 tentang paten. Undang-Undang tersebut mengatur dua hal: pertama, cara
bealihnya teknologi (teknologi yang dipatenkan) bisa melalui beberapa cara
sebagaimana diatur dalam pasal 66, bahwa paten dapat beralih atau dialihkan,
baik sebagian atau seluruhnya karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian
tertulis ataupun sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Kedua, larangan pencantuman klausal restriktif dalam kontrak lisensi
sebagaimana diatur dalam pasal 71 disebutkn bahwa klausal perjanjian lisensi
tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat
merugikan perekonomian Indonesia dan mengembangkan teknologi pada umumnya.
Negara
berkembang untuk melakukan alih teknologi: melalui importasi barang-barang
modal, dengan waralaba (franchising) dan program distribusi (distributorship),
perjanjian manajemen dan konsultasi (consultation agreements), Turn Key
Project dalam bentuk kerjasama pabrikasi yang melibatkan penyertaan modal
yang cukup besar dengan satu sumber teknologi yang bertanggung jawab sepenuhnya
atas keberhasilan jalannya proyek tersebut, Joint Venture Agreements, jika
dalam Consultation Agreements, Negara berkembang harus memainkan peran
yang aktif agar mereka dapat memperoleh secara optimum teknologi yang ingin
diserap.
E.
Jaminan
dan Perlindungan Investasi
Menteri
Perindustrian mengatakan, pemerintah akan
tetap meminta jaminan investasi
dalam negeri dan smelter.Jaminantersebut sebagai bentuk komitmen untuk
menjalankan amanat UU No. 4/2009 tentang Minerba. “jaminan tidak harus berupa
deposit 5% dari investasi. Dulu, angka 5% tersebut adalah sebagai referensi,
itumasih wacana pemerintah, jaminan yang akan dikenakan belum dipastikan
harusdalam bentuk presentase dari nilai investasi, pengenaan jaminan lebih
bertujuan agar pemerintah mendapat kepastian bahwa investasi akan tetap
berjalan.
Salah satu
faktor yang sangat dipertimbangkan oleh investor adalah sebelum melakukan
kegiatan penanaman modal yaitu adanya jaminan dari Negara tuan rumah terhadap
kepentingan pemodal dalam hal terjadi kerusuhan, penyitaan, huru-hara,
nasionalisasi, dan pengambil alihan serta penarikan keuntungan.
F.
Aspek
Ketenagakerjaan
Adanya tenaga
kerja yang terlatih dan terampil dalam jumlah yang memadai serta upah yang
tidak terlalu tinggi akan menjadi factor yang sangat dipertimbangkan oleh para
investor sebelum melakukan kegiatan penanaman modal, masalah ketenagakerjaan dengan
masalah penanaman modal terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat, dimana
penanam modal disatu pihak memberikan implikasi terciptanya lapangan kerja yang
menyerap sejumlah besar tenaga kerja di berbagai sektor, sementara di lain
pihakkondisi sumber daya manusia yang tersedia dan situasi ketenagakerjaan yang
melingkupinya akan memberikan pengaruh yang besar pula bagi kemungkinan
peningkatan atau penurunan investasi.
G.
Ketersediaan
Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
Tersedianya
jaringan infrastruktur yang memadai akan sangat berperan dalam menunjang
keberhasilan suatu kegiatan penanaman modal. Oleh sebab itu, tersedianya
jaringan infrastruktur seperti perhubungan (darat, laut, udara) serta sarana
komunikasimerupakan factor yang sangat diperlukan oleh investor.
Di samping
masalah modal, tenaga kerja, keahlian dan keberadaan infrastruktur, masalah
keberadaan sumber daya alam menjadi daya tarik utama dalam melakukan kegiatan
investasi. Negara dengan kekayaan alam yang melimpah menjadi sasaran utama para
investor dalam menanamkan modalnya. Meskipun demikian, kekayaan yang melimpah
tersebut harus didukung oleh kebijakan investasi yang tepat dimana adanya
kepastian hukum bagi investor atas kontrak-kontrak yang ditanda tangani akan
menjadikan rasa nyaman bagi para pemilik modal.
H.
Intensif
Perpajakan dan Akses Pasar
Mengingat
kegiatan penanaman modal merupakan kegiatan yang berorientasi mencari
keuntungan, adanya intensif di bidang perpajakan akan sangat membantu
menyehatkan cash flowserta mengurangi secara subtansial biaya produksi
yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan profit dari suatu kegiatan penanaman
modal.
Akses terhadap
pasar menjadi sasaran utama para investor dalam menanamkan modalnya. Hal ini
mudah dipahami mengingat terbukanya akses pasar akan mampu menyerap produk yang
dihasilkan dari suatu kegiatan penanaman modal, terlebih lagi Indonesia dengan
200 juta lebih penduduknya tentu akan memiliki potensi yang sangat besar.
I.
Mekanisme
Penyelesaian Sengketa yang Efektif
Untuk mengatasi
adanya kemungkinan perselisihan antara penanam modal satu dengan penanam modal
yang lain, maupun penanam modal dengan partner local di kemudian hari. Tentunya
pemerintah Indonesia secara strategis dan dini telah meratifikasi knvensi ICSID
1958 melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 LN 1968 Nomor 32, sebagai salah
satu upaya untuk menyelesaikan kemungkinan timbulnya sengketa atau perselisihan
antara para penanam modal baik oleh
pemerintah sendiri maupun swasta. Kebijaksanaan Indonesia untuk meratifikasi
konvensi ICSID didasarkan pada pertimbangan agar dapat menarik penanaman modal
asing sebanyak mungkin ke Indonesia, memberikan rasa aman, serta mengupayakan
terjadinya penyelesaian perselisihan lewat jasa perwasitan atau lebih dikenal
dengan nama ‘arbitrase”.
Adanya keinginan
untuk menyelesaikan setiap sengketa penanaman modal lewat jasa perwasitan atau
arbitrase merupakan konsekuensi logis dari setiap pelaksanaan perjanjian
kontrakyang dilakukan oleh pihak penanam modal asing dengan pihak pemerintah
Indonesia lewat perjanjian jaminan investasi (investment guaranty) yang
ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dengan beberapa Negara penanam modal
asing. Syarat perwasitan ini sering kali dipilih oleh para pihak yang
bersengketa disebabkan karena prosedurnya bisa dipermudah dan putusan
perwasitan adalah mengikat bagi para pihak dan tidak dapat disbanding pada
instansi peradilan yang lebih tinggi. Lagi pula persoalannya sangat teknis
operasional, sehingga sukar untuk dimengerti oleh hakim dari badan peradilan.
Pada umumnya,
lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dari cara-cara penyelesaian sengketa
lainnya mengingat:
1.
Bahwa
dengan cara ini dapat dihindari kelambatan-kelambatan yang diakibatkan oleh
hal-hal prosedural dan administrative
2.
Pihak-pihak
dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya paling dapat mengerti
kepentingan pihaknya serta mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar
belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan
3.
Pihak-pihak
dapat memilih hukum apa yang akan diterapkan untuk menyelesaikan masalahnya
beserta proses dan tempat di mana penyelenggaraan arbitrase ini dilakukan
4.
Putusan
arbitrase merupakan putusan yang mengikat pihak-pihak dan dengan melalui
prosedur sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan
Adanya lembaga
arbitrase yang terbentuk dan terselenggara darisuatu konvensi, tidak lain
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan yang memadai bagi para penanam modal.
Untuk mengefektifkan perlindungan penanam modal khususnya penanaman modal
asing, yang selama kurun waktu 1940-1965 tidak banyak memberikan hasil.
Karenanya usaha ini kemudian dialihkan ke arah yang lebih praktis, yakni
mencari suatu prosedur bagi suatu lembaga yang efektif yang dapat menyelesaikan
sengketa-sengketa yang disebabkan karena penanaman modal.
Arbitrase
adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa di mana para pihak
menyerahkan kewenangan kepada pihak yang netral yang disebut arbiter untuk
memberikan putusan.
BAB
III
PENUTUP
Risiko dari menanam modal (Country Risk) sendiri sangat banyak sekali. Diantaranya
yang telah disebutkan di atas ada enam risiko yaitu risiko ekonomis, risiko
transfer, risiko nilai tukar, risiko lokasi, risiko pemerintah yang berkuasa,
dan risiko politik. Yang kesemuanya itu merupakan akibat dari menanam modal
yang melewati batas-batas negara. Dan tentunya risiko tersebut juga berkaitan
dengan campur tangan dari negara.
Birokrasi yang diciptakan dalam penanaman modal masih harus diupayakan agar
dapat menjadi sederhana supaya investor kembali menanamkan modalnya di
Indonesia.
Adanya
transparasi dalam proses dan tata cara penanaman modal akan menciptakan suatu
kepastian hukum serta menjadikan segala sesuatunya menjadi lebih mudah
diperkirakan, begitu juga sebaliknya tidak adanya kepastian hukum akan
membingungkan calon investor. Salah satu contoh dari permasalahan ini adalah
berubahnya daftar skala prioritas serta negative list di bidang
penanaman modal.
Dua hal penting
berkaitan dengan alih teknologi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2001 tentang paten. Undang-Undang tersebut mengatur dua hal: pertama,
cara bealihnya teknologi (teknologi yang dipatenkan) bisa melalui beberapa cara
sebagaimana diatur dalam pasal 66, bahwa paten dapat beralih atau dialihkan,
baik sebagian atau seluruhnya karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian
tertulis ataupun sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Kedua, larangan pencantuman klausal restriktif dalam kontrak lisensi
sebagaimana diatur dalam pasal 71 disebutkn bahwa klausal perjanjian lisensi
tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat
merugikan perekonomian Indonesia dan mengembangkan teknologi pada umumnya.
Menteri
Perindustrian mengatakan, pemerintah akan
tetap meminta jaminan investasi
dalam negeri dan smelter.Jaminantersebut sebagai bentuk komitmen untuk
menjalankan amanat UU No. 4/2009 tentang Minerba. “jaminan tidak harus berupa
deposit 5% dari investasi. Dulu, angka 5% tersebut adalah sebagai referensi,
itumasih wacana pemerintah, jaminan yang akan dikenakan belum dipastikan
harusdalam bentuk presentase dari nilai investasi, pengenaan jaminan lebih
bertujuan agar pemerintah mendapat kepastian bahwa investasi akan tetap
berjalan.
Di samping
masalah modal, tenaga kerja, keahlian dan keberadaan infrastruktur, masalah
keberadaan sumber daya alam menjadi daya tarik utama dalam melakukan kegiatan
investasi. Negara dengan kekayaan alam yang melimpah menjadi sasaran utama para
investor dalam menanamkan modalnya. Meskipun demikian, kekayaan yang melimpah
tersebut harus didukung oleh kebijakan investasi yang tepat dimana adanya
kepastian hukum bagi investor atas kontrak-kontrak yang ditanda tangani akan
menjadikan rasa nyaman bagi para pemilik modal.
Mengingat
kegiatan penanaman modal merupakan kegiatan yang berorientasi mencari
keuntungan, adanya intensif di bidang perpajakan akan sangat membantu
menyehatkan cash flowserta mengurangi secara subtansial biaya produksi
yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan profit dari suatu kegiatan penanaman
modal.Akses terhadap pasar menjadi sasaran utama para investor dalam menanamkan
modalnya. Hal ini mudah dipahami mengingat terbukanya akses pasar akan mampu
menyerap produk yang dihasilkan dari suatu kegiatan penanaman modal, terlebih
lagi Indonesia dengan 200 juta lebih penduduknya tentu akan memiliki potensi
yang sangat besar.
Pada umumnya,
lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dari cara-cara penyelesaian sengketa
lainnya mengingat:
1.
Bahwa
dengan cara ini dapat dihindari kelambatan-kelambatan yang diakibatkan oleh
hal-hal prosedural dan administrative.
2.
Pihak-pihak
dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya paling dapat mengerti
kepentingan pihaknya serta mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar
belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan.
3.
Pihak-pihak
dapat memilih hukum apa yang akan diterapkan untuk menyelesaikan masalahnya
beserta proses dan tempat di mana penyelenggaraan arbitrase ini dilakukan.
4.
Putusan
arbitrase merupakan putusan yang mengikat pihak-pihak dan dengan melalui
prosedur sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Gunawan Widjaja, Seri Hukum
Bisnis Lisensi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Prasada), 2001.
Ita
Gambiro, Aspek-aspek Hukum dan Pengalihan Teknologi, BPHN, 1978.
0 komentar:
Post a Comment